Mohon tunggu...
Hazmi SRONDOL
Hazmi SRONDOL Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis/Jurnalis

Jika kau bukan anak Raja, bukan anak Ulama. Menulislah...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Keris Prabowo Vs Pulpen Budhe (...)

27 Maret 2014   20:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:23 1334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_328868" align="aligncenter" width="578" caption="Keris Jenderal Sudirman, Prabowo dan Sultan Malaysia"][/caption]

Saya hanya bisa geleng-geleng kepala saat membaca beberapa komentar dan status soal Keris yang dipakai Prabowo saat kampanye di GBK kemarin.

Ya saya ngerti--jika dibenturkan dengan personal branding dalam sudut pandang marketing ananda Jokowi, hal ini berbenturan. Keris kesannya kejam dan Jokowi santun dan ndeso.

Tapi, diluar soal personal branding, pernahkah coba perhatikan beberapa hal ini:

1. KERIS = BUDAYA MALAYSIA?

Sudah menjadi standard para Sultan di Malaysia untuk membawa 2 keris. Yang pendek disebut keris "tajong" atau keris "kuasa" dan satunya lagi keris "panjang" atau keris hukum. Seluruh dunia sudah mengakui style ini.

Jadi tolong, jika kelak Malaysia meng-klaim budaya keris--tolong jangan pada protes. Prabowo sudah mengingatkan.

2. METALURGI KERIS MENGINSIPRASI PANSER TIGR JERMAN WWII

Pernahkan ada yang iseng menanyakan ke kakek nenek atau leluhurnya cara membuat keris pusaka yang asli? Bagaimana beberapa material seperti besi, baja, arang, jeruk nipis, batu bintang (meteorit) yang saat masih berupa bahan (kita anggap) bervolume 100 cm3 dan ketika jadi keris dengan volume mengecil (contoh) 25 cm3 ternyata beratnya tetap/sama? Ini berarti tidak ada materi yang terbuang.

Dan konsep metalurgi ini ternyata sukses membuat tank Jerman begitu gagah perkasanya saat dipakai dalam strategi 'Blitkrieg" atau perang kilat. Panser lawan babak belur. mleyot

3. KODE UNTUK BANGSA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun