Sesampainya di Yogya, dalam bus yang kami tumpangi akhirnya sampai di sebuah gang yang membuat kami harus turun karena jalannya tidak muat untuk dimasuki oleh kendaraan sebesar bus ini.
Alangkah terkejutnya, gang Dahlia di Jalan kaliurang KM 7,5 Condong Catur, Sleman itu tidak menunjukan ciri-ciri kawasan kompleks atau perumahan mewah. Sekedar perkampungan ala Yogya yang biasa kutemui.
Semakin terkejut ketika disamping pendopo joglo tua tempat persemayaman jenazah terdapat rumah yang baru kusadari adalah rumah almarhum Prof Suhardi.
Sungguh mata ini terbelalak, sekelas Ketua Umum Partai serta berbagai jabatan tinggi di pemerintahan dan kampus universitas (maaf) rumahnya ya begitu-begitu saja. Standar. Khas rumah yang dibangun era 80-an.
[caption id="attachment_356791" align="aligncenter" width="523" caption="Tampak belakang, depan dan tengah rumah mendiang Prof. Suhardi (Dok. Pribadi)"]
![1409631832178654335](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1409631832178654335.jpg?t=o&v=700?t=o&v=555)
Tampak depan rumah terdapat beberapa pohon rindang. Kemudian ketika masuk, semakin terkaget. Dalam ruang tamu yang sempit, terdapat mebel yang sederhana dan beberapa piagam yang dipajang di dindingnya.
Dibatasi oleh lemari, dibelakang ruang tamu terdapat ruang tengah yang agak luas dan digelar tikar serta karpet untuk para tamu dan tetangga yang membantu mengurus pemakaman ini. Terlihat juga ada ruang kecil untuk menonton TV.
Tak jauh, berbatasan dengan ruang TV terdapat ruang makan. Ruang makan yang sangat bersahaja dengan empat kursi kayu tua dengan hidangan nasi, lauk tempe goreng, telur dadar goreng dan sayur krecek tempe serta ayam goreng yang dipotong kecil kecil. Saya sempat mencicipi masakan khas jawa tersebut, ternyata sangat nikmat. teringat masakan orang tua kami di kampung dulu.
Dan paling menyesakkan ketika masuk ke ruang belakang/dapur. Ruang dapurnya tidak ada pemisahan antara dapur basah atau kering. Pokoknya dicampur. Terdapat sumur timba yang sudah dipasang pompa air kecil tempat ibu-ibu "asah-asah" atau mencuci piring sambil duduk di "dingklik". Atapnya tidak ada plafonnya, bahkan sempat kulihat ada beberapa genteng nya sudah copot dibagian ujung.
Barang paling mewah yang kulihat dibelakang ini hanyalah mesin cuci front loading yang entah terpakai atau tidak sistem pemanasnya mengingat konsumsi watt-nya sangat besar sedangkan saya lupa cek, apakah kapasitas listrik rumah beliau mencukupi.
Nah, bagi yang sedang kebelet buang hajat--silahkan terkaget-kaget. model kakus (WC) nya masih model jongkok. Yang hobi berlama-lama di toilet duduk bakal tidak nyaman karena model ini bisa membuat orang kesemutan kakinya jika hobi nongkrong lama di kamar mandi.