KONEKSI ANTAR MATERI
MODUL 2.3 COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK
Â
A. Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar
Setelah mempelajari materi tentang coaching, ada banyak hal yang belum saya fahami terkait Apa itu coaching? Apa yang harus dilakukan? Apa tujuan serta manfaatnya, baik bagi diri saya sendiri, rekan guru, dan juga murid-murid saya?
Proses coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak coach dan coachee. Pertanyaan-pertanyaan reflektif yang dapat membuat coachee melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga mendorong coachee berpikir secara kritis dan mendalam yang bermuara pada coachee dapat menemukan kekuatan diri dan potensinya untuk terus dikembangkan secara berkesinambungan atau menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat.
1. Paradigma berpikir coaching
a. Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan
b. Bersikap terbuka dan ingin tahu
c. Memiliki kesadaran diri yang kuat
d. Mampu melihat peluang baru dan masa depan
2.. Prinsip Coaching
a. Kemitraan,
b. Proses kreatif,
c. Memaksimalkan potensi
3. Alur Percakapan Tirta, Baik dalam menemukan Tujuan, Identifikasi masalah, Rencana Aksi dan Tanggungjawab meliputi :
a. Percakapan untuk Perencanaan
b. Percakapan untuk Refleksi
c. Percakapan untuk pemecahan masalah
Kemudian saat mempraktikkannya pada sesi Ruang Kolaborasi bersama rekan CGP, baik sebagai coach dan coachee, saya mulai memahami tentang apa itu coaching, apa itu coach dan juga coachee, serta bagaimana melakukan coaching yang baik sesuai dengan alur TIRTA.
Hingga pada kegiatan Demonstrasi Kontekstual, di mana saya bersama dua rekan CGP saling bertukar peran dalam mempraktikkan Coaching untuk Supervisi Akademik. Bagaimana saya memerankan seorang supervisor atau observer dalam kegiatan coaching, begitupun saya berperan sebagai coach dan juga coachee. Pada kegiatan ini saya banyak belajar tentang alur TIRTA dalam coaching, bagaimana saya menggali Tujuan awal coachee, Identifikasi masalah yang juga harus saya gali berdasarkan yang dialami coachee, kemudian apa rencana aksi yang dapat dilakukannya serta bagaimana tanggungjawab dalam implementasi rencana aksinya.
Saya harus banyak belajar dan berlatih dalam menghadirkan diri saya seutuhnya, sehingga bisa lebih focus dalam mendengarkan coachee, dan juga coach pada saat saya berperan sebagai supervisor. Sayapun harus lebih bisa mengontrol diri saya untuk lebih sabar dan responsive pada setiap jawaban atau cerita yang disampaiakan oleh coachee itu sendiri. Sehingga saya ke depannya mampu mengajukan pertanyaan yang lebih difahami dan dan lebih bisa menggali potensi diri pada coachee.
B. Analisis untuk implementasi dalam konteks CGP
Program Pendidikan Guru Penggerak  menyiapkan kita untuk menjadi seorang kepala sekolah. Sebagai kepala sekolah, tentunya tidak akan terlepas dengan tugas supervisi akademik. Supervisi akademik juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik di sekolah. Rangkaian supervisi akademik ini digunakan kepala sekolah untuk mendorong ruang perbaikan dan pengembangan diri guru di sekolahnya. Pendekatan yang digunakan dalam Supervisi Akademik diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan, agar pengembangan diri dapat berjalan secara berkelanjutan dan terarah. Salah satu pendekatan yang memberdayakan adalah coaching.
Jadi harapan saya ke depannya sebagai CGP adalah saya mampu membaca situasi kelas dan sekolah, tantangan apa yang ada, peluang dan potensi apa saja yang dapat dimunculkan pada setiap pendidik dan peserta didik. Saya akan mencoba mengenalkan materi coaching kepada komunitas praktisi di sekolah saya, sehingga ke depannya kita bersama-sama dapat melakukan praktik coaching kepada rekan guru dan juga siswa untuk mencari tahu dan menggali potensi diri yang ada pada mereka demi kemajuan pendidika di sekolah saya.
C. Membuat keterhubungan
Keterkaitan materi modul 2.1 tentang Pembelajaran Berdiferensiasi dan modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial Emosional (PSE), jika dihubungkan dengan materi coaching maka pembelajaran berdiferensiasi dimana guru harus berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang terdiri dari kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar siswa.
Langkah untuk memetakan kebutuhan individu siswa tersebut, guru bisa berperan sebagai coach untuk melakukan proses coaching dengan siswa sebagai coachee. Hal tersebut mampu mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri siswa sehingga akan menemukan cara terbaik dalam memenuhi kebutuhan individu siswa.
Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) yang harus dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah untuk menumbukan kompetensi tentang kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab pada diri siswa. Proses coaching sejalan dengan PSE karena kompetensi sosial emosional tersebut dapat diterapkan oleh guru dalam proses coaching kepada siswa.
Salah satu referensi yang dapat kita gunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan aktif yaitu RASA yang diperkenalkan oleh Julian Treasure. RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask.
a. R (Receive/Terima)
b. A (Appreciate/Apresiasi)
c. S (Summarize/Merangkum)
d. A (Ask/Tanya)
Dengan keterampilan coaching yang baik, maka Supervisi Akademik dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah dan juga guru dalam mengembangkan potensi yang ada pada diri mereka lebih baik lagi demi keberpihakan pada murid dalam pembelajaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H