Kekerasan seksual merupakan tindakan yang tidak terpuji, apalagi dilakukan dalam kondisi korban tengah mengalami menstruasi.
Dikutip dari hallo sehat, saat menstruasi, tingkat pH cenderung lebih tinggi dari darah sehingga mikroorganisme bisa berkembang lebih banyak.
Risiko yang mengintai jika berhubungan seks saat menstruasi adalah penularan HIV dan infeksi kelamin.
Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual bukan hanya rentan mengalami trauma tapi juga beresiko tinggi terinfeksi HIV.
Jika sudah positif HIV, traumanya bisa jadi double. Risiko dijauhi oleh orang-orang disekitarnya akan menambah beban baginya.
Pada kasus kekerasan seksual yang sering terjadi, biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama bagi korban untuk berani melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialaminya ke ranah hukum.
Rasa takut dan malu yang dialami korban dan keluarga menjadi salah satu faktor yang menjadi hambatan.
Hal ini juga menjadi penyebab pelaku melakukan tindakan berulang kepada korban, bahkan mencari "mangsa" berikutnya.
Semakin maraknya tindakan kekerasan seksual pada anak di Indonesia terutama di lingkungan pendidikan/pesantren menjadi pelajaran bagi kita tentang bagaimana memilih tempat belajar yang tepat untuk anak dan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk memberikan lingkungan yang lebih ramah terhadap anak.
Pesan buat pemerintah yang memiliki kuasa, semoga lebih sering lagi memeriksa, mengaudit kembali pesantren, sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya.
Kasian nasib masa depan anak-anak yang terus direnggut oleh orang-orang yang dianggap teladan baginya. Semoga kasus seperti ini tidak berulang lagi.