Bukankah Indonesia dikenal sebagai negara dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa? Termasuk di dalamnya ribuan jenis Anggrek yang tumbuh di berbagai ekosistem.
Tanaman yang menjadi simbol keindahan dan ketahanan ini, selain memikat dengan pesona bunganya, juga menyimpan peluang ekonomi yang menjanjikan.
Setelah mengikuti Webinar yang diselenggarakan oleh Universitas Winayamukti dan DPD PAI Jabar tentang Sejarah Anggrek dan seluk-beluknya oleh Bapak Romiyadi, saya merasa terdorong untuk menuliskan kembali perjalanan panjang tanaman ini.
Mulai dari asal-usul namanya dalam bahasa Yunani hingga kisah Anggrek bulan yang kini menjadi puspa pesona Indonesia.
Sejarah Anggrek: Sebuah Cerita Panjang
Para ilmuwan percaya bahwa bunga Anggrek sudah ada sejak 120 juta tahun lalu. Namun, sejarah baru merekam keberadaan bunga ini sekitar 3.000 atau 4.000 tahun di Jepang atau Cina. Dalam beberapa peradaban dan kebudayaan tanaman ini dipakai sebagai bahan makanan dan obat.
Nama "Orchid" berasal dari bahasa Yunani_Orchis, yang merujuk pada bentuk akar tanaman yang menyerupai testis. Sementara di tanah Jawa, istilah "Anggrek" merupakan serapan dari ungkapan "menggrak menggrik," yang menggambarkan sifat tanaman ini yang menempel dan merambat pada inangnya.
Dalam dunia botani, Anggrek pertama kali dikenalkan oleh John Lindley dengan nama Agraecum album majus. Tiga tahun kemudian, Carolus Linnaeus, seorang ahli botani ternama, mendeskripsikan spesies ini sebagai Epidendrum amabile.
Namun, baru pada masa Carl Ludwig Blume, nama Phalaenopsis amabilis diberikan. Spesies yang kini dikenal sebagai anggrek bulan, puspa pesona Indonesia.
Pencapaian besar dalam dunia anggrek terjadi pada tahun 1875, ketika Phalaenopsis amabilis disilangkan dengan Phalaenopsis equestris, menghasilkan hibrida pertama bernama Phalaenopsis intermedia.
Pada masa itu, teknik budidaya in vitro belum dikenal, sehingga benih harus disemai pada akar tanaman induk. Hanya satu tanaman yang berhasil tumbuh dan kemudian berbunga pada tahun 1888, menandai awal perjalanan panjang pengembangan Anggrek di Indonesia.
Perlu dicatat beberapa sosok yang berperan penting dalam sejarah bunga Anggrek yaitu:
John Lindley, orang pertama yang mengklasifikasikan bunga Anggrek pada tahun 1830. Salah satu bukunya yang terkenal adalah The Genus and Species of Orchidaceae Plants.
Charles Darwin pada tahun 1862 juga menerbitkan buku berjudul The Various Contrivances By Whch Orchids Are Fertilized By Insects. Buku ini merupakan sumbangan yang penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan bunga Anggrek.
Pada awal abad 18, tanaman ini semakin dikenal dan bahkan sengaja dipopulerkan ke penjuru dunia.
Ada juga sebuah laman yang menuliskan jika keberadaan Anggrek tertulis dalam bentuk gambar dan sastra Cina dan Jepang pada 700 SM. Saat itu, Anggrek digambarkan dan digunakan sebagai herbal dan obat untuk banyak penyakit di Inggris.
Penanaman Anggrek dimulai 250-300 tahun yang lalu ketika para misionaris gereja, personil tentara dan penjelajah memulai tradisi mengirim tanaman kepada teman dan keluarga. Tradisi ini mengundang para pelaut untuk kembali dengan membawa tanaman eksotis seperti anggrek dari daratan seberang.
Karena kelangkaan dan kondisi pertumbuhannya yang lama, dulu hanya orang kaya yang bisa memilikinya. Untuk mendapatkan setangkai Anggrek, mereka harus mengalahkan tawaran tinggi dari penggemar Anggrek kaya lainnya di lelang publik.
Biaya tambahan datang dari biaya harus memiliki "penghangat" di rumah untuk menumbuhkan kembali anggrek ke kondisi berbunga. Kondisi ini mendorong harga pasar yang tinggi sampai-sampai Anggrek juga dikenal sebagai 'Keluarga Kerajaan Tanaman'.
Meskipun sekarang harga untuk memiliki karangan bunga Anggrek tidak lagi setinggi dulu, Anggrek tetap mempertahankan reputasinya sebagai salah satu hadiah terbaik untuk orang-orang tersayang.
Jenis Anggrek Berdasarkan Habitat
Berdasarkan lingkungan hidupnya, anggrek dibagi menjadi:
1. Terestrial: Tumbuh di tanah, contohnya Phaius sp., Paphiopedilum glaucophyllum.
2. Epifit: Menempel pada pohon, seperti Phalaenopsis, Dendrobium anosmum.
3. Lithofit: Hidup di bebatuan, seperti Paphoipedillum sp.
Morfologi Anggrek: Struktur yang Unik dan Adaptif
Anggrek memiliki struktur bunga khas dengan tiga sepal dan dua petal, dengan satu petal termodifikasi yang disebut labellum sebagai daya tarik bagi penyerbuk. Daun Anggrek bervariasi dalam bentuk dan ukuran, berfungsi dalam fotosintesis serta penyimpanan air.
Akar Anggrek epifit ditutupi oleh filamen yang membantu menyerap kelembaban dari udara. Buah Anggrek berbentuk kapsul dengan biji yang sangat kecil dan ringan, dapat tersebar melalui angin.
Perbanyakan Tanaman
Saat ini, perbanyakan anggrek tidak hanya dilakukan secara konvensional melalui keiki atau pemisahan rumpun, tetapi juga dengan teknik kultur jaringan yang memungkinkan produksi massal dalam waktu singkat.
Upaya Konservasi
Pelestarian anggrek lokal tidak bisa dipisahkan dari usaha tani.
Program konservasi meliputi:
1. Pelestarian di habitat asli (in situ).
2. Budidaya di luar habitat asli (ex situ).
3. Regulasi perdagangan anggrek untuk mencegah eksploitasi berlebihan.
Merakit Hibrida Baru: Menciptakan Keindahan yang Tak Pernah Selesai
Di dunia Anggrek, "perakitan" bukan sekadar perkara menyilangkan dua bunga dan menunggu keajaiban terjadi. Ia adalah kerja panjang, penuh kesabaran, seperti seorang seniman yang menggoreskan kuasnya pada kanvas alam.
Sejak pertama kali manusia mencoba menyatukan serbuk sari dan kepala putik dari dua jenis yang berbeda, Anggrek telah membuka ruang kemungkinan yang tak terbatas.
Di laboratorium atau rumah kaca, para perakit hibrida bekerja dalam sunyi. Memadukan warna, bentuk, dan ketahanan. Ada yang mengawinkan Dendrobium bigibbum dengan Dendrobium phalaenopsis, berharap kelopak yang lebih lebar dan gradasi warna yang lebih tajam.
Ada pula yang mencoba melampaui batas genus, menyilangkan Vanda dengan Ascocentrum, melahirkan Ascocenda yang anggun, seolah berasal dari dunia lain.
Namun, ini bukan sekadar eksperimen botani. Setiap hibrida adalah tafsir baru atas keindahan, sebuah pencarian akan kesempurnaan yang barangkali tidak pernah ada. Dan mungkin memang begitu adanya, sebab di balik kelopak yang terus berkembang, manusia hanya bisa menunggu dengan harapan: mungkinkah dari persilangan ini lahir sesuatu yang lebih indah dari yang pernah ada sebelumnya?
Potensi Anggrek
Selain sebagai tanaman hias, anggrek memiliki potensi besar di berbagai industri, seperti:
1. Biofarmaka: Dendrobium crumenatum (Anggrek Merpati) dalam pengobatan herbal.
2. Industri makanan: Vanilla planifolia sebagai bahan baku vanili.
3. Industri kosmetik: Cymbidium digunakan dalam produk anti-aging.
Mungkin Anggrek memang bukan sekadar bunga. Ia adalah jejak waktu yang membeku dalam kelopaknya. Sejarah yang tersimpan dalam batangnya, dan ketahanan yang berakar di tempat-tempat yang tak selalu ramah.
Ia tumbuh di sela-sela batu, menggantung di dahan yang rapuh, atau merayap diam-diam di kelembaban tanah dan di situ ia bertahan. Bahkan ketika manusia sering kali melupakannya.
Kita bicara tentang estetika, bisnis, juga konservasi. Tentang bagaimana Anggrek bisa menjadi sumber penghidupan, bisa menjadi investasi, bisa menjadi bukan sekadar objek koleksi.
Tapi pertanyaannya, mau kita bawa kemana semua ini? Pemahaman ilmiah tentang sejarah, morfologi, dan teknologi perbanyakan anggrek memang penting, tapi tanpa kesadaran, ilmu hanya menjadi catatan tanpa arah.
Kita bisa menciptakan ribuan hibrida baru, mengembangkan pasar, bahkan menggiringnya menjadi industri bernilai tinggi.
Namun, jika pada akhirnya Anggrek hanya menjadi komoditas, yang diukur dari harga dan bukan dari maknanya, bukankah kita telah kehilangan sesuatu?
Diantara semua kemungkinan, mungkin yang paling berharga adalah kesadaran bahwa Anggrek tidak sekadar perlu ditanam, tetapi juga dihargai.
Bukan hanya untuk diperdagangkan, tetapi juga untuk diwariskan. Sebab keindahan sejati tidak hanya ada pada kelopaknya, tetapi pada cara kita menjaganya tetap hidup.
"Anggrek tidak tumbuh tergesa-gesa. Ia menyerap kabut, menanti cahaya, dan mekar dalam kesabaran. Barangkali, itulah cara alam mengajarkan kita tentang keindahan yang digapai dengan penuh perjuangan panjang."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI