Perjalanan ini dimulai dengan  harapan, bukan untuk sebuah petualangan.  Melainkan untuk pencarian tempat pengobatan alternatif yang medis. Desa Nanggulan, di Kulon Progo, Yogyakarta, dikenal bukan hanya karena keindahan alamnya yang hijau dan damai, tetapi juga karena ada sebuah tempat praktek pengobatan alternatif yang sering kali menjadi tujuan bagi mereka yang mencari solusi selain medis konvensional.Â
Saya berangkat dengan diantar keluarga, ingin mencoba pengobatan alternatif untuk penyakit kanker yang  bersarang dalam tubuh ini. Tempat pengobatan ini telah menjadi rujukan bagi banyak pasien dari berbagai kota di Indonesia.Â
Praktik ini memiliki beberapa tempat praktek yang tersebar di beberapa kota besar, seperti Jakarta, Yogyakarta, Malang, dan Nanggulan. Kami memilih Nanggulan, dengan harapan bisa menjajal pengobatan ini sekaligus mencari opsi alternatif di Malang untuk kelanjutan perawatan. Terapi di tempat  ini dikenal dengan metode yang unik, menggunakan tembakau sebagai bahan utama.Â
Tembakau ini diolah dan diaplikasikan ke dalam berbagai bentuk obat, mulai dari baluran yang dioleskan ke tubuh kemudian kita tidur dalam sebuah kapsul mirip alat MRI, hingga kita mengeluarkan keringat sebagai detoksifikasi. Ada juga yang, dihisap seperti rokok, hingga dicampur dalam bentuk ramuan yang diminum. Saya sebelumnya membaca tulisan ilmiah dari , Lidia Maziyyatun.  dalam tulisan ilmiahnya  "Potensi Fraksi Senyawa Sembranoid Daun Tembakau Kasturi (Nicotiana tabacum L.) sebagai Agen Antikanker pada Sel Kanker Kolon".  PhD Thesis. FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM.
Namun, ketika sampai di sana, ternyata semua jadwal penuh hingga beberapa bulan ke depan. Kami harus menunggu untuk mendapat giliran. Ada rasa kecewa, tentu, tetapi juga dorongan untuk tetap melanjutkan perjalanan, meski tak sesuai rencana awal.Â
Kegagalan mendapatkan jadwal di Nanggulan membawa kami pada pilihan lain. Tanpa perencanaan sebelumnya, kami memutuskan untuk mengubah arah, melanjutkan perjalanan menuju tempat yang bisa memberi kami ketenangan sejenak, sebuah tempat yang sudah lama ingin kami kunjungi: Candi Sukuh, di lereng Gunung Lawu, Karanganyar.
Perjalanan Menuju Sukuh
Dari Nanggulan, kami memutuskan untuk beralih, mencoba merangkai hari yang tersisa dengan perjalanan yang lain. Melalui  jalan tol sebagai jalur utama, kami bergerak menuju Karanganyar, tempat Candi Sukuh berada.ÂTolak ukur perjalanan ini bukan lagi sekadar mencari destinasi wisata, melainkan mencari ruang untuk merenung, tempat di mana saya bisa bersandar pada keheningan dan refleksi batin.
Kami keluar dari pintu tol Karanganyar, melewati hamparan sawah dan desa-desa kecil yang menyisakan aroma tanah basah. Jalan menuju Candi Sukuh mulai menanjak, mengular di sepanjang kaki Gunung Lawu. Nun di sana pegunungan berdiri kokoh, menyambut dengan udara sejuk. Â Menenangkan setiap pikiran yang bergejolak. Di tengah perjalanan, kabut tipis mulai turun, menggantung di antara pepohonan. Menambah kesan mistis yang sudah melekat pada tempat ini.
Sesampainya di pelataran parkir Candi Sukuh, kami disambut pemandangan yang memukau. Candi ini tak begitu besar, namun ia seperti berada di luar waktu. Â Berdiri sendiri dalam keheningan yang hanya bisa ditemukan di tempat-tempat tinggi. Di sekitar candi, hutan dan ladang penduduk menyatu dengan alam yang tenang.Â
Memberikan suasana seakan kita berada di batas dunia. di batas sangkala.