Dari jaman PKI, sampai masa kini, keluhan ibu-ibu satu. Itu-itu aja..
"Harga beras mahal!"
Semalam, nonton film pemberontakan G30S/PKI, keliatan ibu-ibu di pasar dan warung ngeluh. Harga beras mahal. Kalau gak punya uang, terpaksa makan bulgur. Makanan buat kuda.
Tadi siang, di warung sebelah rumah, keluhannya itu juga. Beras lagi mahal. Bangsa kita udah merdeka tujuh puluh tahun lebih, kapan berasnya murah?? Jaman PKI udah lewat jauh, beras gak pernah makin murah.
Ini yang salah, pemerintah atau ibu-ibunya?
Katanya, harga beras terus menjadi perhatian pemerintah. Katanya, berbagai cara dilakukan untuk menjaga harga dan pasokan beras agar tertap stabil di pasar. Misalnya bikin Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 57 Tahun 2017 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) beras. Ada juga Permendag 58 Tahun 2018 tentang harga acuan penjualan di tingkat petani dan konsumen, tujuannya untuk menjaga inflasi di bawah 4%.
Atau dengan cara impor, supaya stok beras banyak dan pedagang gak bisa seenaknya naikin harga. Meski yang belakangan ini, impor jadi buah bibir dimana-mana. Karena ada menteri yang gak setuju impor, dan ada menteri yang setuju impor.Â
Menteri pertanian Amran Sulaiman gak setuju impor, karena katanya beras kita cukup.Â
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita bilang, impor itu perlu supaya harga beras stabil.
Buat rakyat kecil macem kita, yang penting itu harga murah. Mau beras cukup kek, atau enggak, yang penting harga gak naik.
Tapi pertanyaannya, kalau emang stok beras cukup, kenapa sekarang harganya pada naik?Â
Kalau boleh milih, saya lebih suka cara impor aja. Konkret, tujuannya menjaga harga supaya stabil. Tidak naik. Kalau ngikutin omongan Menteri Pertanian Amran Sulaiman, gak ada jaminannya. Bisa aja dia bilang stok cukup... nanti giliran harga beras naik, dia tinggal ngeles aja. Kan janjinya stok cukup, bukan harganya stabil. (Katadata.co.id).Â
Kalo udah gitu, kita rakyat kecil tinggal nyeselnya doang. Gara-gara percaya ama pejabat. Kemakan lagi deh omongan bohong-bohongan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H