Leon sekeluarga sarapan dengan penuh kehangatan, Â melebihi hangatnya sinar mentari pagi yang sudah menerobos dari jendela kaca rumahnya.
Jam masuk kelas sudah berbunyi, Â anak-anak SD Negeri itu berlarian masuk ke dalam kelas. Termasuk Aphe yang berjalan gontai dan Leon yang berlari gesit. Mereka sama-sama memasuki ruangan kelas empat di sekolah itu. Â
Leon duduk paling depan, badannya yang sehat berisi  bersiap berdiri hendak menyapa guru manis yang memasuki kelasnya.
"Beri saaalam!"
"Assalamu alaikum Buuu ...." serentak kawan-kawan sekelasnya memberi salam.
"Wa alaikumssalam, Â silahkan duduk Anak-anak. Â Sesuai janji, hari ini Ibu akan membagikan hasil ulangan matematika kalian kemarin."
Murid-murid bersorak senang, Â walau dalam hati semuanya merasa deg-degan karena dengan nilai itu ukuran otak mereka bisa diukur. Pandai atau belum, setidaknya menurut orang tuanya.
"Leonardo, Â kamu mendapat nilai tertinggi. Ini ambil hasil ulanganmu."
Leon melangkah bangga maju ke depan, di iringi senyuman kagum teman-teman sekelasnya, kecuali Aphe. Cacing-cacing di perutnya mengalihkan konsentrasinya.
Pandangan matanya  jauh ke langit di luar kelas,  mengajak pendengarannya ikut serta sehingga ibu guru manis di kelasnya itu harus menyebut namanya tiga kali untuk membuyarkan lamunannya. Â
"Aphe Surape, Â kamu dengar Ibu?"
Kawan disebelahnya mencolek bahunya. Â