" Jadi kamu sudah sampai ke PJTKI tanpa sepengetahuanku, terus kamu tinggal begitu saja Neta ya, kenapa tidak  menunggu dulu agar aku bisa mengantarkanmu " kataku agak jengkel.
" Tapi, Mas sepertinya gak ada tanggapan dengan kata-kataku kemarin "
" Justru karena itu kamu harusnya menunggu sampai aku benar-benar mengijinkan bukan terus jalan sendiri gitu..."
" Iya sudah, sekarang Mas memberi ijin atau tidak, aku tetap akan berangkat kerja ke Hongkong, ingat Mas, Neta semakin besar dan membutuhkan banyak biaya." Kata Lela sengit.
"aku juga ingin punya rumah sendiri, gak numpang sama mertua terus begini! " kata Lela getir,  penuh nada kecewa ia menutup wajahnya dengan ujung jilbabnya yang panjang agar air mata yang membasahi pipinya tak terlihat olehku. Lela yang dulu  aku kenal sebagai gadis cantik sekarang tampak pucat tak terawat pakaian yang dipakainya juga itu-itu saja, dia bahkan hanya punya beberapa jilbab yang dipakai bergantian. Kasihan aku melihatnya. Walaupun dia masih tetap cantik di mataku, karena aku yang membuatnya menjadi sepeti itu.  Penghasilanku sungguh tidak memadai dengan kebutuhan kami, apalagi akhir-akhir ini kami sering diliburkan karena orderan yang masuk ke pabrik berkurang, dan eksport juga terhambat.
Setelah melalui berbagai pemikiran, debat dan juga tanya sana-sini akhirnya aku memberi ijin Lela untuk mengurus kepergiannya. Sejak saat itu aku mulai banyak merawat Neta, sambil mempersiapkan bila saatnya Lela pergi, Neta sudah terbiasa bersamaku.
Awalnya aku agak kerepotan mengurus Neta, karena selama ini tugas itu selalu ditangani oleh Lela dengan baik, tapi Lela mengajariku untuk mengurus semua keperluan Neta anak kami. Syukur sekarang Neta sudah semakin dekat dengan aku daripada dengan Lela, ibunya.
Semua persyaratan akhirnya lengkap sudah, Â tinggal menunggu panggilan kalau sudah mendapatkan majikan di Hongkong. Lela pun segera masuk ke tempat penampungan dan pelatihan tenaga kerja di Jakarta, bersama beberapa orang dari kampung kami. Lela, Narti, Tari dan Susi semuanya juga bekas karyawan pabrik garmen seperti Lela.
Selama 2 bulan di tempat penampungan Lela jarang menghubungiku, karena jadwal pelatihan yang begitu padat. Hingga akhirnya Lela mengabarkan kalau sudah mendapat calon majikan di Hongkong. Seminggu lagi Lela berangkat dari tempat penampungan di Jakarta. Ingin rasanya aku menenggoknya untuk bertemu terakhir kali, namun ongkos ke Jakarta sangat sulit aku dapat. Akhirnya aku merelakan kepergiannya tanpa menghantarkannya untuk yang terakhir kali.
Sampai di Hongkong Lela segera mengabarkan kalau sudah sampai dan masih di tempat penampungan menunggu dijemput majikan, begitu katanya.
Bulan pertama kerja HP Lela disita tidak boleh menggunakan HP sama sekali, hanya sesekali Lela meminjam HP temannya yang sudah bekerja lama di sana untuk menghubungiku. Mengabarkan keadaannya, dan menanyakan keadaan Neta.