Sampai akhirnya aku yakin, kamu sekarang sudah berubah, Pung  Kamu makin cantik, makin menarik, jalan-jalanmu mulus, tak ada lagi rumah berdinding bambu berlantai tanah, yang ada  sepanjang gang rumah-rumah bagus, namun sayangnya kamu makin gersang, Pung.Â
Tak kutemukan lagi buah Juwet, buah sawo, pohon Nangka dan sekawanan pohon bambu tempat aku bermain di masa anak-anak, Kamu jadi tak ada bedanya dengan kota, membosankan!
Kamu terlalu jual diri, tak ada lagi tempat untuk bermain layang-layang tempat kita dulu bebas bermain petak umpet dan gedrk. Di sana-sini penuh rumah, rumah dan rumah, penggap jadinya , Pung! Bahkan tak ada lagi anak-anak bermain di luar, mereka tak lagi saling mengenal walau tinggal satu gang. Â Tidak seperti aku dulu, hampir anak sekampung kenal semua
Aku ingetin ya, Pung. Sebentar lagi musim panas tiba, Â coba simpan mata airmu baik-baik, pastikan nanti semua warga tak ada yang kekurangan air, jangan biarkan lagi bila ada orang-orang menebang pohon-pohon sembarangan, biarkan burung-burung berumah pada pohon-pohon mangga depan rumah
Pung, ijinkan aku tetap disini ya, Â aku ingin menghabiskan masa tuaku disini. Aku sudah capek hidup di luaran sana, Pung
Aku ingin mengubur mimpi-mimpiku dengan tanah masa lalu, aku sudah tak ingin bermimpi lagi , Pung  Aku ingin membebaskan diriku dari  cita-cita masa lalu di luar sana, untuk kemudian hidup apa adanya.  Melangkah tanpa beban lagi, ijinkan aku untuk melihat anak-cucuku di sini saja !
Mari kita bangun bersama -sama, Pung!Â
Kudus, 30 April 2023
Sri Subekti Astadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H