Yang lebih berkesan pihak managemen menceriterakan bahwa bahan masakan yang diolah di Cafe Lumbung Mataran sebagian adalah hasil tanaman warga sekitar sendiri dengan memanfaatkan pekarangan rumah mereka.
Untuk makanan kita bisa memilih aneka menu Jawa, seperti aneka bakmi, nasi goreng, magelangan, rica-rica, Nasi dengan aneka pilihan sayur lodeh, brongkos, oseng-oseng daun pepaya, telur balado, pindang balado, mangut, aneka pepes, soto ayam kampung yang semua disajikan dalam bentuk prasmanan seperti masakan simbah kita sendiri.
Ada empat KK yang menempati bangunan-bangunan kuno sebagai tempat tinggal sekaligus untuk mengelola Cafe Lumbung Mataram ini, usia bagunannya pun ada sejak 170 tahun yang lalu, yang sebagian masih dipertahankan keasliannya, dan sebagaian lagi sudah direnovasi. Berbagai ornamen , alat musik kuno, lumpang ( alat menumbuk padi ) dan gentong-gentong kuno menjadi hiasan yang memberi kesan jadul.
Setelah puas kita menikmati hidangan sambil bercerita tentang indahnya masa lalu, kami pun pulang dengan diantar salah seorang pengelola Kopi Lumbung Mataram sampai ke tempat parkir mobil. Taman-taman yang saat kita masuk masih kelihatan asri sekarang menjadi syahdu dengan lampu-lampu taman yang temaram.
Ini benar-benar Yogyakarta, esotik dan penuh romantisme, bukan gemerlap kota modern yang telah menjamur di mana-mana.
Salam hangat
Sri Subekti Astadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H