Sore itu Cecep pulang dari masjid dalam keadaan menangis, walaupun menangisnya tidak keras , namun mak tahu kalau ada yang membuat hatinya terluka. Mak pun segera memeluk Cecep, sambil menanyainya.
"Kenapa Ecep menangis ?"
"Encep diledekin disuruh memakai sarung dulu, kalau mau maju ke depan belajar ngaji . Encep ditarik-tarik teman-teman ketika ustad menyuruh Cecep maju menghafal surat Al-Ikhlas. Padahal  Encep sudah hapal, Mak. Tapi Encep tidak bisa maju. Jadi Encep pulang saja."
" Iya sudah sini Encep sayang, sini baca Al-Ikhlasnya di depan Mak saja , ya. Sekalian kita kirim berdoa buat bapak ."
Cecep pun segera menghapus airmatanya, dengan suara lantang dia membaca surat Al-Ikhlas keras-keras di hadapan emak dan adiknya, Tiur.
" Aamiin, semoga pahalanya juga buat bapak yang sudah di alam sana ya , Cecep anak sholeh kesayangan Emak dan bapak."
Wajah Cecep pun kembali cerah ceria, apalagi adzan Maghrib mulai terdengar pertanda buka puasa. Emak segera mengulurkan segelas teh hangat pada anaknya yang sudah berpuasa penuh sejak awal puasa tahun ini.
Mak Cecep berjanji dalam hati, besok dia akan berusaha keras mencari duit agar bisa membelikan sarung baru buat Cecep.
Pagi-pagi setelah sahur dan mengurus keperluan kedua anaknya, Mak Cecep segera keluar rumah. Dia akan mendatangi rumah bu Mardi yang biasa menyuruhnya membersihkan rumah dan halamannya, sudah 2 bulan lebih bu Mardi tidak menyuruhnya mungkin ini saat yang baik , siapa tahu bu Mardi butuh tenaganya.
Ternyata benar bu Mardi memang baru butuh tenaganya untuk bersih-bersih rumah serta halaman rumahnya yang lumayan luas.
" Kebetulan sekali , Mak. Â Dari kemarin saya cari mak buat bantu bersih-bersih tapi mak tidak pernah kelihatan lewat." Begitu kata bu Wardi menyambut kedatangan Mak Ijah.