Mohon tunggu...
Sri Subekti Astadi
Sri Subekti Astadi Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

ibu rumah tangga.yang suka baca , nulis dan fiksi facebook : Sri Subekti Astadi https://www.facebook.com/srisubektiwarsan google+ https://plus.google.com/u/0/+SriSubektiAstadi246/posts website http://srisubektiastadi.blogspot.co.id/ https://www.instagram.com/srisubektiastadi/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cemburu] Rumah yang Kesepian

4 November 2018   07:03 Diperbarui: 4 November 2018   14:25 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walau tak seramai dulu lagi, kini aku semakin diperhatikan dan dirawat tuanku yang katanya sudah pensiun.  Tuanku semakin rajin membersihkan aku, mengecat, dan menjumputi sarang laba-laba yang ada saja disetiap tubuhku yang semakin renta ini.

Aku sedih ketika melihat Tuan terjatuh saat membetulkan genting di atasku. Tampaknya tuan agak parah sehingga lama dirawat ke rumah sakit. Beberapa minggu tak melihatnya. Hatiku sangat pilu, ketika sepulang dari rumah sakit, tuanku tak lagi bisa berjalan biasa, kemana-mana tuan harus menggunakan kursi roda . Kasihan.

Sejak itu, aku serasa menjadi sebuah rumah sakit. Ada saja perawat, bau obat-obatan dan suara erangan kerap muncul di dalamku.

Aku sedih bukan kepalang ketika akhir sang Tuan meninggal. Kini aku hanya dihuni tuan ibu dan seorang pembantu. Aku dengar semua anaknya sudah berdomisili di luar kota dan jarang pulang menenggok ibu mereka. Bagaimana pun aku tetap senang melihat tuan ibu tetap sehat , bersemangat menjalankan bisnis pembuatan batik di sini. Ada beberapa karyawan yang tiap hari datang untuk membatik, menjahit dan bekerja disini. Silih berganti orang-orang yang datang disini.

Tahun demi tahun berganti, kesehatan tuan ibu, juga semakin berkurang . Aku melihatnya sendiri tuan ibu sering tak bisa tidur, gelisah dan kesepian. Tujuh anak yang dilahirkan tak ada yang bersedia menemaninya disini. Hanya sebulan sekali mereka bergiliran datang. Seorang pembantu, dan seorang perawat dikirim untuk ibu mereka. Kenapa bukan mereka sendiri yang merawat ibunya, karena waktu mereka masih kecil-kecil ibunyalah yang merawat mereka. Pembantu hanya sekedar membantu.

Kesepian terus dan terus menggerogoti kesehatan sang tuan ibu, hingga ibu jatuh pingsang dan dibawa ke rumah sakit. Saat itulah, aku melihat semua putra-putrinya pulang. Namun, tampaknya mereka tergesa-gesa, mungkin mereka meninggalkan tugas di luar sana. Hingga akhirnya tuan ibu dipanggil yang Kuasa.  Rasa haru, sepi dan kehilangan aku rasakan begitu mendalam.

Kini aku sangat kesepian. Hanya lelaki yang kurus itu, yang setiap hari membersihkanku dengan ogah-ogahan. Terus terang aku cemburu dengan bagunan kecil diujung sana. Walau tak seluas aku, dia tak pernah kesepian. Karena beberapa anaknya yang telah menikah tetap ditinggal disitu. Ada saja suara tangis, tertawa dari cucu-cucu mereka.

Atau bangunan di depanku persis, yang sepantaran dengan umurku pembuatannya. Walau bapak ibunya juga telah tiada  seorang anaknya masih tinggal di sana bersama suami dan anak-anaknya. Walau tak semewah aku, bangunan itu tampak selalu ceria , terang dan mengasyikkan.

Entah apa salahku, hingga tak  ada lagi yang mau tinggal bersamaku disini. Dan membiarkanku merana, sedih menjadi kenangan belaka.

Kudus, 4 November 2018

Salam fiksi

Dinda periwi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun