Secara pribadi penulis, juga pernah menerjemahkan dan sedikit mengulas manuskrip koleksi keluarga yang berisi tentang sexualitas dan mempostingnya di Kompasiana seperti ini.
Hasil pemikiran  dalam manuskrip tersebut, tentu meberikan sumbang sih kepada berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti : sastra dan bahasa, kedokteran, kemasyarakatan, keagamaan, moral , hukum adat, arsitektur, dan lain-lain yang berguna dalam kehidupan bangsa seutuhnya.
Kecenderungan terjadinya percampuran jaman dalam manuskrip bisa saja terjadi , misalnya dalam kaidah bahasa, percampuran pemikiran, dan percampuran isi itu sendiri.  Misalnya,  dalam suatu manuskrip  yang membahas tentang suatu kitab, isinya terdapat pula tentang catatan kematian seseorang yang dianggap penting oleh penulisnya atau catatan penting lainnya, karena keterbatasan media tulisan pada saat itu.
Bahan Manuskrip
Bahan untuk menulis manuskrip bisa bermacam-macam tergantung dari macam dan era jaman manuskrip tersebut dibuat. Misalnya, manuskrip di Jawa dan Bali sejak permulaan abad ke-15  mempergunakan lontar, sedang di Jawa pada abad 18-19 sudah mempergunakan kertas yang diimport dari Eropa, masa sebelumnya bisa  menggunakan dluwang yang terbuat dari kulit pohon yang digeprek hingga menjadi pipih dan bisa ditulisi.
Sedang prasasti yang dibuat penguasa, biasaya berisi tentang suatu pengumunan  terbuat dari batu atau logam yang  lebih awet.
Untuk mengetahui usia manuskrip selain yang sudah tertulis pada kolofon yang memuat kapan , jam dan tanggal manuskrip dibuat, bisa juga di lihat dari bahan , aksara, bahasa dan juga isi manuskrip tersebut.
Untuk menghindari kerusakan manuskrip yang berakibat hilangnya  kesempatan untuk mempelajari isi kandungan manuskrip, saat ini sudah dilakukan digitalisasi naskah manuskrip, menggunakan peralatan yang lebih modern. Sedang manuskripnya bisa tersimpan dengan baik di museum. Sehingga menghindari kerusakan yang lebih parah karena berulangkali dibuka.
Kerusakan dan hilangnya  manuskrip Â