tanda yang aku kirimkan
tak lagi terbaca olehmu
walau kau terima dengan centang biru dua
engkau membisu atau hanya pura-pura
sehingga aku hanya bisa menahan asa
menata luka dan menutupinya dengan  emotion tawa
ini ukan Juni pertama engkau begini
setelah Juni tahun ke tiga
hatimu membiru melebam rindu
amarah telah usai sejak engkau gagal menemuinya
vonis itu harusnya menguatkanmu
melancarkan ejamu membaca dunia
menghaluskan tingkahmu sehalus namamu
tetapi engkau tetap tanda
yang belum juga terbaca
dan bulan Juni ini ketika jendela mulai kubuka
engkau melambai penuh asa
pastikan kita tetap berjalan bersama
melewati dingin bulan JuniÂ
dengan sepi dan lilin yang tak pernah padam
namun tak pernah juga membara
engkau dan aku tetap berseru
mempertahankan perbedaan yang semakin perih
karena dengan itu tak mungkin kita satu
walau kita telah bersatu
dalam dingin dan beku di bulan Juni ini
terus kapan kita mampu menyudahi
bila kita masih bernyawa
nafasku tanpamu adalah nyeri
yang harus aku nikmati sendiri
suka dan luka sampai mati
sedang engkau disana tak pernah berhenti berharap
pada pertemuan paling sunyi
entahlah....
dingin bulan Juni bisakah kita mengakhiri
menjadi pelukan paling hangat
yang meleburkan kita
selamanya....iya selamanya..
Kudus, 17 Juni 2017
Selamat menyambut Malam Lailatul Qodar
Dinda Pertiwi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H