hujan tak lagi taburkan benih rindu
agar bisa hadirkan bait-bait puisi seperti dulu
kegelisan telah nyata bukan lagi pura-pura
tak bisa sekedar dituang dalam kata-kata
telah habis cadangan  khayalku
sehingga sebait pun tak mampu tersentuh
dingin pun bukan alasan
agar syair-syair keluar berlompatan
hanya berjejal namun tak juga tersuratkan
membeku dalam ingatan lalu  menggumpal
dan membuyar bersama  suratan
sedangkan sepi tak lagi istimewa
menjadi biasa tanpa  bisa menyapa
berlalu dan berkejaran dengan desah angin semata
bahkan bunyi tetes air terasa lebih nyaring dari jerit ritma
yang selalu melolong karena terjepit sesama aksara
mengawinkan hujan dengan rindu pun sia-sia
karena malam telah mandul tanpa pelukan
diksi telah mati terhimpit mimpi-mimpi
karena bosan menanti hujan sambil menari
sementara, aku juga telah kehilangan air mata
beserta isak dan sakit yang menyesak di dada
memandang hidup tak lagi redup
walau hujan dan mendung terus bersaut
hujan tak lagi mengabarkan kesuburan
karena penyair telah  mati sukma
hingga tak mampu lagi
melahirkan  sebait puisi, syair dan mimpi
Kudus, 29 Januari 2017
Salam Fiksi
Dinda Pertiwi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H