Mohon tunggu...
Sri Subekti Astadi
Sri Subekti Astadi Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

ibu rumah tangga.yang suka baca , nulis dan fiksi facebook : Sri Subekti Astadi https://www.facebook.com/srisubektiwarsan google+ https://plus.google.com/u/0/+SriSubektiAstadi246/posts website http://srisubektiastadi.blogspot.co.id/ https://www.instagram.com/srisubektiastadi/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Bumi : Sayangi Bumi, Lestarikan Kehidupan di Atasnya

22 April 2016   15:27 Diperbarui: 22 April 2016   16:49 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="dokumen pribadi"] 

 

[/caption]Apa yang kamu pikirkan melihat alat pengeruk bumi sebesar itu ? 

Bayangkan saja berapa luas bumi yang telas digilasnya saban hari, dibabat habis tak peduli apa yang sedang tumbuh di atas tanah itu. 

Berapa alat seperti ini yang dipunyai oleh sebuah perusahaan tambang, dan dimiliki oleh ribuan perusahaan tambang di muka bumi ini. Setiap hari tanpa henti demi mengeruk sesuatu yang ada di dalam perut bumi yang mereka anggap bernilai ekonomi tinggi. Tak peduli ribuan pohon yang tumbuh alami besar kecil sama sekali tak berarti, belum lagi hewan-hewan yang sedang melata merangkak dan hinggap dan menggantungkan hidup pada tumbuh-tumbuhan menjadi ikut punah tak terkendali.

[caption caption="koleksi pribadi"]

[/caption]

 

Tanah-tanah dikupas demi hajat hidup  yang tak jelas, lapis demi lapis tanah membentuk kubangan yang sungguh menyedihkan. Bila gunung menjulang dikatakan sebagai paku/ pasak bumi, terus kubangan-kubangan yang kadang luasnya sebesar gunung yang menjulang tinggi ini sebangai apa? Bisul-bisul bumi yang terus menggerogoti permukaannya.

Terus berapa lama waktu yang diperlukan untuk menjadikan bekas kubangan itu menjadi hutan lebat kembali, butuh waktu sampai ratusan ribu tahun lagi. Itu pun kalau sebuah perusahaaan tambang punya hati untuk mereboisasi kembali, itu pun pasti tak semua tertanami kembali, lebih banyak yang dibiarkan begitu saja.

Belum lagi membukaan lahan-lahan sawit dan karet yang tentu menebas begitu saja hutan belukar dengan cara yang tak elok, yaitu dengan membakarnya. Karena membuka lahan dengan membakar memerlukan biaya yang lebih sedikit daripada dengan menebang pohonnya satu-satu. Walaupun dampak yang ditimbulkan sangat meresahkan masyarakat ....tapi mana peduli?!

[caption caption="koleksi pribadi"]

[/caption]

 

Sayangi bumi demi kelestarian kehidupan di atasnya, membuat kerusakan di muka bumi sungguh sangat dilarang dalam agama. Karena sebenarnya Tuhan telah menciptakan segala sesuatu secara keberaturan, untuk mencukupi hajat hidup manusia dan seluruh mahluk hidup di muka bumi.

Memotong dan menebas pohon untuk keperluan hajat hidup manusia memang tidak dilarang, karena semua memang diciptakan Tuhan untuk manusia, sebagai khalifah di muka bumi. Namun alangkah bijaknya kalau kita juga melestarikan keberadaan pohon-pohon tersebut dengan menanami kembali dengan pohon itu, sebagai ganti pohon yang telah kita tebas.

Akibatnya tanah-tanah tidak bisa lagi mengikat air-air yang tercurah saat musim hujan tiba, banjir melanda bukan hanya di perkotaan-perkotaan tetapi di daerah yang dulunya bekas-bekas hutan lebat. Lihat saja banjir bukan hanya melanda kota Jakarta, tertapi daerah-daerah pedalaman Sumatra, Kalimantan dan Papua pun dilanda banjir.

Terus ini salah siapa ?

Sebaiknya memang tak usah saling menyalahkan, karena semua ada keterkaitan. Mulai pembuat kebijaksanaan, pengelola atau perusahan mengeruk hasil perut bumi, maupun kita sebagai masyarakat pemakai hasil perut bumi. Kalau mau memanfaatkan kandungan isi bumi, boleh-boleh saja namun janganlah berlebihan agar anak-cucu kita nanti masih bisa turut merasakannya.

[caption caption="koleksi pribadi"]

[/caption]

Menanami bumi dengan pohon-pohon yang kita bisa petik hasilnya sebenarnya sangat menyenangkan. Misalnya dengan menanami buah-buahan atau pohon-pohon perkebunan yang mempunyai nilai ekonomi.

Untuk itu mulailah dari sekarang, jangan biarkan sejengkal tanah pun terbuka, manfaatkan sebesar-besarnya menanam pohon bukan hanya menyehatkan raga, namun juga menentramkan jiwa, menyejukkan mata dan apapun hasilnya bisa memenuhi hajat hidup kita, paling tidak kalau kita punya pohon Alpukat sendiri kita tak perlu lagi membelinya bukan?.

[caption caption="koleksi pribadi"]

[/caption]

Sayangi bumi, jangan biarkan padang-padang debu tercipta saat kemarau tiba, dan di pegunungan-pegunungan yang dulu terasa sejuk kini telah gerah bahkan pembawa petaka saat musim hujan tiba karena rawan dengan longsor. 

Sumber-sumber air di sudut-sudut bukit kini pun sudah tiada lagi, sehingga saat musim kemarau tiba masyarakat kekeringan, tak setetes air pun bisa kita dapatkan karena akar-akar pohon pengikat air telah jauh dari memadai.

Apa ingin hal ini kita wariskan pada anak cucu kita ? 

Sungguh sayang bila kita punya sifat egois seperti itu, untuk itu marilah dari sekarang sayangi bumi, tanamlah pohon di atasnya. Bila kita telah selesai memanfaatkannya lakukan reboisasi kembali. Biar nanti pohon beringin, durian, rambutan, pisang dan berbagai pohon serta  binatang lainnya tidak hanya menjadi bagian dongeng untuk cicit-cicit kita belaka.

Ayo mulai dari diri kita sendiri...!

 

Kudus, 22 April 2016

'salam sejahtera'

Dinda Pertiwi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun