[caption caption="Fiksiana Community"][/caption]Sebelumnya Baca : Mendulang Asa di Bumi Borneo /8/
Bab 4
Selama hampir dua minggu sejak Boss Damang didatangi Bu Damang dan akhirnya mereka pulang ke Kudus bersama , Damang tidak ke Kalimantan hanya sesekali dia telfon ke Sofian menanyakan ini itu tentang KSP nya. Dan waktu yang agak panjang ini bisa digunakan Sofian untuk berpikir kembali soal rencana pendirian KSP nya di Kaltim. Selain itu Sofian bisa lebih leluasa menghubungi orang-orang yang telah mensuportnya untuk segera mendirikan KSP sendiri. Jadi waktu Damang datang ke Kalimantan nanti Sofian sudah benar-benar siap untuk mengajukan permohonan pengunduran dirinya secara langsung pada bossnya. Bos Damang. Dan segera memulai usahanya.
Akhirnya masalah pribadi bos Damang dengan istrinya selesai juga, istrinya bersedia diajak kesana kemari mendampinginya. Karena anak-anak mereka pun sudah beranjak remaja sudah tidak harus ditunggu terus menerus.
“ Mas Sofian…saya minta maaf atas kejadian kemarin ya, bapak sudah memutuskan tidak akan menghubungi wanita itu lagi, karena saya akan selalu mendampnginya, “ kata Bu Damang ketika dia dan Bos Damang dijemput Sofian di bandara Samsudin Noor.
“ Sama-sama Bu…memang begitulah manusia ada khilaf-khilafnya…” balas Sofian sambil menyetir mobil.
“ Kita makan dulu Mas, itu diujung jalan sana ada Soto banjar yang enak, kangen juga sama soto banjar niih…” Sela Bos Damang .
“ Gak apa-apa asal gak kangen sama cewek banjar saja…” balas Bu Damang sambil bergurau.
“Oke Boss…sekalian kita bincang-bincang, ada sesuatu yang hendak saya sampaikan,” jawab Sofian merasa ada peluang untuk menyampaikan soal resign yang sudah dirancangnya.
Sofian akhirnya memakirkan mobilnya pada sebuah rumah makan yang terletak di daerah Banjarbaru mau masuk ke arah Martapura.
“ Begini Boss…saya ingin mengajukan permohonan untuk mengundurkan diri dari KSP Damai, saya sangat berterima kasih karena selama di KSP Damai, saya bisa banyak belajar, saya bisa memperoleh banyak saudara dan mendapat bos yang sangat baik hati dan dermawan seperti Bos Damang. Tetapi ..bagaimanapun juga saya tetap harus mengundurkan diri, saya ingin mempunyai usaha sendiri Boss “ Sofian memberanikan memualai pembicaraan di saat makan siang Soto banjar sudah hampir selesai.
“Apa ..? Mas Sofian mau mengundurkan diri ? kenapa Mas? Maaf apa saya ada salah, atau istri saya yang salah, atau sedang ada sesuatu masalah dengan KSP kita..?” kata Bos sofian menanggapi perkataan Sofiaan.
“ Bukan Pak…bagi saya Bos Damang malah terlalu baik pada saya dan keluarga…bahkan saya bisa diberangkatkan untuk menunaikan ibadah haji segala, tapi saya ingin lebih maju dengan mempunyai usaha sendiri Boss
“Usaha apa yang hendak Mas Sofian kerjakan, apa tidak bisa dikerjakan sambil kerja di KSP Damai, Mas Sofian kan juga hanya tinggal mengecek –ngecek saja KSP ini, karena di semua daerah sudah ada penangung jawabnya masing-masing…!”
“Tidak bisa Boss..karena saya akan menjalankan usaha saya ini di Kaltim, saya harus berkonsentrasi di sana..”
“ Usaha apa to Mas..?”
“ Saya ingin mendirikan KSP juga Bos, sudah ada salah satu bank di Kaltim yang bersedia menggelontorkan modalnya, mungkin besok saya akan segera mengajukan surat Permohonan Pengunduran Diri saya, dan melakukan serah terima dengan Boss, silahkan Boss mengecek kembali laporan-laporan keuangan yang sudah saya buat dari kemarin “
“ Saya belum bisa menjawab sekarang Mas Sofian, saya butuh waktu untuk mengecek segala sesuatunya, dan mendapatkan pengganti Mas Sofian, yang bisa bekerja penuh dan bisa dipercaya ,” Balas Bos Sofian dengan nada agak kecewa.
“ Baiklah Boss…saya tunggu secepatnya keputusan Bos, tetapi segala sesuatunya sudah saya persiapkan Boss tinggal ngecek saja, untuk pengganti saya Mas Rohim saya kira sangat mumpuni dan bisa dipercaya Boss”
“ Kita bicarakan besok di kantor saja sambil ngecek laporan-laporan, sekarang mau kan Mas Sofian mengantarkan Ibu dulu ke Matapura, kita bisa langsung ke Tabalong .”
“ Baik Boss monggo….”
Mereka akhirnya melanjutkan perjalanan menuju Martapura, karena Bos Damang mempunyai rumah di sana meskipun jarang didatangi namun ada penjaga rumah, yang selalu bersih –bersih dan menyiapkan makanan bila ada yang hendak datang menginap di sana.
Di perjalanan Sofian, Damang dan istrinya lebih banyak diam dan suasana menjadi agak kaku semenjak Sofian mengutarakan keinginannya untuk mengundurkan diri. Apalagi Bu Damang , dia merasa sangat bersalah karena telah marah-marah pada Sofian dan menuduh yang bukan- bukan, apa karena itu ya Sofian mengundurkan diri. Bu Damang bertanya-tanya sendiri di dalam hati.
Setelah istirahat sejenak di Martapura, Sofian dan Damang melanjutkan perjalanan ke Tabalong.
Di perjalanan hanya sesekali Bos Damang mengajak berbicara, menanyakan soal pembangunan rumah Sofian di Tanjung Tabalong.
“ Sudah sampai mana Mas…pembangunan rumahnya,” Tanya Bos Damang memecah kekakuan dalam perjalanan..
“ Alhamdulilah, dua kamar sudah hampir 2 meter tingginya, karena memang saya minta untuk diselesaikan dulu 2 kamar itu, kamar mandi dan dapur agar kami bisa pindah ke sana lebih dahulu, kontrakan rumah bulan depan sudah habis Boss,” jelas Sofian .
“ Apa tidak diperpanjang dulu kontrankannya sambil menunggu rumah jadi Mas…”
“ Tidak ..Boss..sekalian untuk mengawasi tukang-tukang kalau Imoeng tinggal di rumah itu .”
“ Mas Sofian sebaiknya pertimbangkan dulu pengunduran dirinnya, paling tidak sampai rumah itu selesai dibangun, nanti saya ikut membantu sampai selesai .“
“ Terima kasih Boss..tapi saya harus segera memulai KSP saya di Kaltim secepatnya, karena program Bank Kaltim untuk menyalurkan dana pinjaman untuk usaha mikro harus terealisasi awal bulan ini, karena saya dapat modal dari bank tersebut Bos.”
“ Apa Mas Sofian mau pakai modal dari saya, tetapi tetap itu usaha Mas Sofian sendiri, jadi statusnya dana pinjaman terhadap saya… butuh modal berapa, Insyaallah ada kok Mas?”
“ Tidak Bos…terima kasih, saya sudah mendandatangi surat perjanjian kerjasamanya dengan pihak bank, walaupun belum secara resmi, nanti saya jadi tidak dipercaya lagi Boss kalau membatalkannya,”
“ Oh..begitu ya…ya sudah besok kita bereskan laporan-laporannya, hari ini sudah terlalu sore, Mas Sofian juga capek kan..”
“ Oke…Boss, besok pagi saya ke kantor”
Sambil menurunkan Bos Damang di kantor sekaligus rumah buat bos Damang bila sedang berkunjung ke Tabalong.
Sofian segera pulang ke rumah, ingin menceriterakan pada Imoeng kalau dia sudah berhasil menyampaikan tentang pengunduran dirinya ke bos Damang.
Hari sudah sore, mejelang magrib ketika Sofian mampir sejenak ke rumahnya yang sedang dibangun, senyum tipis mengembang di wajahnya, tanda bahagia. Pembangunan rumahnya telah berjalan lancar, 2 buah kamar sudah tinggal memasang atap sementara. Dia dan keluarganya akan segera menempati rumah sendiri, hasil keringat sendiri. Cita-cita ingin mempunyai rumah sudah hampir kesampaian. Sofian banyak-banyak besyukur, karena semenjank Imoeng ikut tinggal di Kalimantan rejekinya mengalir begitu deras. Bahkan sekarang dia sudah hendak mempunyai usaha KSP sendiri.
Suami istri kalau hidup bersama ternyata rejeki dimudahkan dan dilancarkan oleh Allah, kenapa juga Imoeng baru mau datang ke Kalimantan sekarang, setelah ada banyak masalah di Kudus. Namun apapun yang ternjadi Sofian justru bersyukur dengan adanya masalah Imoeng jadi mau hidup di Kalimantan.
Tukang-tukang sudah pulang, bahan-bahan bangunan dan alat-alat bangunan berserakan di sana-sini, Sofian merapikannya sejenak, agar tidak kena air bila malam nanti turun hujan, dan tidak diambil oleh orang-orang jahil walaupun di sekeliling bangunan sudah diberi pagar seng tinggi.
Ketika sayup-sayup adzan maghrib terdengar dari kejauhan, Sofian segera menutup pintu pagar dari seng, untuk menuju mobil dan kembali ke rumah kontrakan yang letaknya tidak begitu jauh dari rumah yang sedang ia bangun itu.
Sofian juga sudah mulai mengakrabi tetangga yang sedang berjalan sepulang dari bekerja di tambang. Mereka biasanya diantar-jemput oleh bis-bis karyawan yang berhenti di jalan raya depan gang. Ada juga yang sedang berjalan menuju masjid, karena memang tak lama lagi adzan Magrib segera berkumandang di Masjib seberang jalan raya di depan gang. Satu dua kera bermunculan bergelantung di pohon Ketapi yang terletak di seberang jalan rumah yang sedang dibangun. Ada satu dua buah Ketapi yang sudah tua, kera-kera itu menyerbunya sebelum malam datang dan kawanan kelelawar datang memilih buah-buah yang sudah masak. Kehadiran kera-kera di perkampungan yang sudah banyak penduduknya itu tergolong nekat, karena di hutan-hutan sudah tidak menyediakan makanan lagi baginya. Bahkan sudah berganti dengan rumah-rumah penduduk dan pohon-pohon karet yang tidak memberi arti bagi kehidupan para kera itu. Maka dia suka melompat dari pohon ke pohon menuju perkampungan, siapa tahu ada makanan di sana.
Siapa cepat dia dapat tak peduli berlaku pada manusia saja, binatang-binatang itu pun sekarang harus beradu cepat dengan manusia agar memperoleh makanan untuk kelansungan hidupnya. Apalagi setelah eksplotasi penebangan kayu di dalam hutan, dilanjutkan dengan pembentukan site-site tambang yang secara besar-besaran terjadi Tabalong, binatang-binatang itu seolah-olah minta perlindungan serta kenyamanan yang dirampas oleh manusia.
Kudus, 7 April 2016
'Salam Fiksi'
Dinda Pertiwi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H