Satu tahun sudah Imoeng berada di Kalimantan. Imoeng ingin segera ke Kudus untuk mengambil anak keduanya Dwi, yang masih ada di Kudus, sambil memberesi hutang-hutangnya. Walaupun setiap bulan Imoeng mengirim uang untuk menyicil hutang-hutang tapi dia tidak tahu jumlahnya yang pasti kurang berapa hutangnya.
“ Pak..nitip Ais sama Ayuk…minggu depan aku akan ke Kudus ya..”
“ Perlu saya antar kah Buk..”
“ Tak usah Pak..nitip anak-anak saja, besok belikan tiket kapal ya”
“ Oke…beres Buk” Jawab Sofian sambil menggoda Imoeng.
“ Gak mau aku antar mau ketemuan sama siapa nih…di Kudus “
“ Walah Pak-Pak..gak usah pakai curiga-curiga gitu lah…pokoknya yang penting aku akan membawa Dwi dan membereskan hutang-hutangku, biar beres semua dan bisa kosentrasi untuk mencari nafkah di sini “
“ Oke..wis..tak dukung pokoke..” Jawab Sofian enteng.
Seminggu kemuadian Imoeng sudah sampai di Kudus, menuju rumah adiknya yang dititipi uang tiap bulan untuk memberesi hutang-hutangnya yang tinggal tak seberapa. Namun yang lebih penting Imoeng akan mencari anaknya Dwi yang ternyata tidak pernah pulang ke tempat adik Imoeng yang biasa disinggahi.
“ Apa Dwi gak pernah pulang kemari ya?” , Tanya Imoeng pada adiknya Arsi yang biasa dititipi segala sesuatunya sejak Imoeng pergi ke Kalimantan.
“ Gak pernah Mbak…aku cari-cari juga tak pernah ketemu.”