Mohon tunggu...
Sri Subekti Astadi
Sri Subekti Astadi Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

ibu rumah tangga.yang suka baca , nulis dan fiksi facebook : Sri Subekti Astadi https://www.facebook.com/srisubektiwarsan google+ https://plus.google.com/u/0/+SriSubektiAstadi246/posts website http://srisubektiastadi.blogspot.co.id/ https://www.instagram.com/srisubektiastadi/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[ Tantangan Novel 100 Hari FC ] Mendulang Asa di Bumi Borneo (2)

17 Maret 2016   18:42 Diperbarui: 18 Maret 2016   17:21 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="KOMUNITAS FC"][/caption]BAB I

 

Sebelumnya : Mendulang Asa di Bumi Borneo

 ...Lanjutan....

Seminggu setelah mengenal lingkungan dan beberapa kali ke pasar terdekat, Imoeng mulai merencanakan apa yang akan ditempuh selanjutnya, agar kepindahannya ke Kalimantan tidak sia-sia belaka. Imoeng ingin jualan kecil-kecilan dulu, yang tidak butuh modal banyak dan kira-kira belum banyak dijual orang-orang di sekitarnya.

“ Pak…saya mau pinjam uang buat modal, besok saya mau ke pasar membeli peralatan untuk memasak, saya ingin jualan berbagai macam keripik dan rempeyek, yang mudah, murah, dan mudah-mudah bisa diterima masyarakat di sekitar sini “  ujar Imoeng pada sore itu, sepulang suaminya bekerja.

“ Iya..Buk…tapi janji hutang ya…harus hati-hati pakainya.”

“ Iya…Pak, saya janji akan mengembalikannya, bila semua telah berjalan lancar, saya ingin mengirim uang ke Jawa sedikit demi sedikit untuk melunasi hutang-hutangku, di sini aku tak akan mengulangi lagi kesalahanku yang dahulu. “

‘ Saya butuh 500 ribu saja Pak. Cukuplah untuk membeli peralatan menggoreng dan bahan-bahan membuat keripik. “ Jelas Imoeng pada suaminya tentang makanan apa yang hendak dijualnya.

“ Saya akan membuat rempeyek kacang tanah, kacang hijau, kedelai, dan ikan teri, sambil melihat mana yang akan banyak diminati masyarakat di sini. “

“ Ini ..Bu uangnya, hati-hati kalau ke pasar besok ya...”

“ Besok aku akan ke Tanjung mungkin menginap beberapa hari di sana, karena tugas dari bos “

Sofian bekerja di sebuah KSP atau Koperasi Simpan Pinjam, milik bosnya yang berasal dari Kudus. Sudah 5 tahun Sofian dipindahkan ke Kalimantan Selatan, untuk mengembangkan usaha KSP itu. Sejak di pegang oleh Sofian KSP itu maju pesat, sehingga hampir setiap daerah di Kalimantan Selatan ada kantor cabangnya.  Sofian lambat laun menjadi orang kepercayaan bos. Sehingga Sofian sering berkeliling dari satu kota ke kota lain di wilayah Kalimantan Selatan, untuk mendampi bila bos ingin turun langsung, atau untuk mengembangan usaha.

 Setelah anak dan istrinya ikut ke Kalimantan Sofian sering pula meninggalkan anak istrinya untuk keperluan pekerjaannya. Hal ini menjadikan Imoeng mempunyai banyak waktu untuk berdagang dan mengembangkan dagangannya.

Tidak sampai dua bulan keripik danrempeyeknya banyak diminati orang sehingga Imoeng harus menambah dagangannya.

Karena seringnya berhubungan dengan masyarakat Imoeng dan Ayuk sudah mulai fasih menggunakan bahasa Banjar, membuat pergaulannya dengan masyarakat sekitar mulai akrab.

Yang menjadi masalah Imoeng tidak bisa menggunakan air sungai dekat rumah untuk keperluan MCK seperti para tetangganya. Sehingga ia harus menggambil air sumur pompa agak jauh dari rumah, dan membeli air isi ulang untuk keperluan memasak.

Seminggu suaminya pergi, pulang-pulang Imoeng mendapatkan hal yang aneh pada suaminya. Imoeng menemukan baju wanita bercampur dengan pakaian suaminya di dalam tas pakaian.

Imoeng tidak berani menanyakan kecurigaan itu pada suaminya, ia membiarkan saja sampai suatu saat suaminya akan mengaku sendiri, kalau selama Imoeng belum ikut ke kaliamantan suaminya punya wanita lain.

Imoeng hanya penasaran siapa wanita kekasih dari suaminya itu.Untunglah Imoeng sudah mengenal beberapa teman suaminya yang sama-sama dari Kudus, sehingga dia bisa beratanya-tanya pada teman suaminya itu, untuk menyelidiki wanita lain suaminya.

Akhirnya Imoeng mendapat informasi bahwa suaminya memang dekat dengan seorang karyawan yang berasal dari Kudus juga, Rina namanya.

Suatu sore sambal melipat baju yang tadinya berada dalam tas pakaian suaminya, Imoeng bertanya pada suaminya.

“ Ini baju siapa Pak..”

“ Mana…oh itu baju teman yang tercampur waktu dicucikan di mess kali..”

“ Kalau bapak gak punya hubungan apa-apa kok bisa ya…baju ini masuk besama pakaian-pakaian bapak “ gunam Imoeng lirih, namun masih terdengar oleh suaminya.

“ Emang kenapa Bu…salah sendiri kamu bertahun-tahun tak mau aku ajak pindah ke sini “

“ Dan sekarang aku sudah di sini, kenapa bapak masih tega…melanjutkan hubungan itu..percuma aku jauh-jauh pindah ke sini Pak..”

“ Sudahlah Bu…gak usah mempersoalkan itu, yang penting di sini kamu harus focus mengumpulkan uang buat membayar hutang-hutangmu yang di Jawa..”

Seru Sofian mengalihkan permasalahannya. Imoeng hanya bisa memendam kecewa dan air mata, namun bagaimana pun ia harus kuat, karena sudah terlanjur melangkah di bumi Borneo apapun harus bisa diatasi sendiri.

Setelah itu Imoeng tak ingin memikirkan lagi apapun kelakuan suaminya. Dia hanya focus untuk membuat aneka makanan yang sekiranya bisa laku dijual di masyarakat sekitar. Yang penting baginya agar segera bisa pulang ke Kudus untuk menggambil anak bungsunya dan anaknya nomer 2 agar bisa kumpul bersama di Kalimantan semua. Selain itu setiap bulan sedikit demi sedikit dia bisa mengirim uang ke saudaranya yang di Kudus, untuk menyicil hutang-hutangnya.

Keripik dan rempeyek buatan Imoeng sudah makin banyak dikenal orang, sehingga setiap hari dia harus menambah dagangannya. Ayuk, bocah kelas 3 SD itu juga rajin membantu ibunya setiap pulang sekolah. Untuk mengantarkan pesanan-pesanan ke toko dan warung di sekitarnya. Ataupun membukus rempeyek-rempeyek itu.

Imoeng yang cekatan melihat peluang yang besar untuk mengembangkan usahanya. Walaupun hanya berjualan keripik dan rempeyek namun hasilnya sangat bagus, sehingga Imoeng ingin mengembangkan usahanya dengan membuat toko sendiri.

Namun keinginannya itu tidak diijinkan oleh suaminya.

“ Sudahlah Bu…melayani pesanan-pesanan saja kita sudah kewalahan, buat apa membuka toko, karena mungkin tak lama lagi kita juga harus pindah “

“ Pindah kemana Pak…kalau pindah bagaimana dengan langgananku, nanti di tempat yang baru kita harus mulai lagi dari nol “

“ Belum tahu Bu…tergantung Bos, karena kantor cabang yang di Tanjung berkembang pesat dan membutuhkan perhatian khusus “

Maka tak lama setelah itu mereka pindah ke kota Tanjung Tabalong.

 

Bersambung….

 

Kudus, 17 Maret 2016

'salam fiksi'

Dinda pertiwi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun