Mohon tunggu...
Sri Subekti Astadi
Sri Subekti Astadi Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

ibu rumah tangga.yang suka baca , nulis dan fiksi facebook : Sri Subekti Astadi https://www.facebook.com/srisubektiwarsan google+ https://plus.google.com/u/0/+SriSubektiAstadi246/posts website http://srisubektiastadi.blogspot.co.id/ https://www.instagram.com/srisubektiastadi/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Arwah Penghuni Rumah Kontrakan Kami

13 Januari 2016   14:43 Diperbarui: 2 Februari 2016   16:36 1796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Sudah hampir sebulan suamiku diterima kerja di sebuah perusahaan tambang batubara di pedalaman Kotabaru Kalimantan. Namun karena belum mendapatkan rumah kontrakan di tempat kerja yang baru,  sementara aku belum bisa mengikutinya, dan masih tinggal di kontrakan yang lama yang jauhnya kira-kira 7 jam perjalanan dari tempat kerja suami yang baru.

Jam kerja suami yang dari subuh sampai selesai maghrib membuat suami tak ada waktu untuk mencari-cari rumah kontrakan baru apalagi banyaknya pendatang baru yang butuh tempat tinggal di desa itu. Saat libur tiba suami  akan mencari banyak info dan juga mensurvai rumah kontrakan yang sesuai dengan kami. Akhirnya dapatlah sebuah rumah yang tidak jauh dari tempat kost suami sementara.

" Udah dapat Nok.....rumahnya lumayan besar dan halamannya juga luas, tidak terlalu jauh dengan tetangga kanan kiri....tapi rumahnya lama tak berpenghuni...ini mau dibersihkan dan diperbaiki dulu.....nanti kamu bisa nyusul kesini...". Begitu laporan suami  saat telpon tadi malam.

Paginya aku memberesin dan mengepak semua barang untuk segera pindahan, karena sepi juga hidup sendiri di perantauan. Kami hanya hidup berdua, aku dan suami karena kami belum dikaruniai anak.

Dua hari kemudian suami menelpon bahwa barang-barang bisa dibawa kesana dulu dengan menyewa  kendaraan truck. Walaupun proses bersih-bersih dan perbaikan rumah belum selesai semua. Agar aku  bisa segera menyusul setelah semua barang terangkut kesana. Aku  tidak bisa ikut bersama truck, karena tidak mungkinlah seorang wanita ikut bersama truck.

Sehari setelah barang terangkut semua, saya segera pamit dengan yang punya kontrakan dan tetangga kanan kiri, yang selama saya sendiri ditinggal suami pindah kerja telah berbaik hati menemani aku.

Dengan naik bus antarkota dan menyebrang dankapal Ferri dilanjut dengan perjalanan menggunakan speatboat  akhirnya aku  menyusul suami, walaupun daerah sangat terpencil dan asing bagiku tapi harus berani menempuhnya sendiri. Suami  tidak bisa menjemput karena tidak ada libur.

Syukurlah...akhirnya aku sampai juga ke desa tempat suami tinggal, walaupun sebelumnya sempat dag-dig dug karena tiba-tiba sinyal  telpon hilang dan suami juga tidak memberi alamat yang jelas padaku. Tapi untung desa ini tak begitu luas jadi suami mudah menemukan aku setelah aku juga kebinggungan sewaktu ditanya sopir bis yang aku tumpangi...." Hendak turun mana pian..Bu "

Aku akhirnya diturunkan di tempat paling strategis agar suami mudah mencari. Sejam kemudian suami   baru bisa menemukan aku menyemputku.Untuk sementara aku tinggal di tempat kost suami yang bepenghuni laki-laki semua. Tapi aman saja , suami sudah bilang ke teman-teman kostnya dan yang punya kost agar aku bisa ikut tinggal disana beberapa hari sampai calon rumah kontrakan kami selesai diperbaiki.

Lima hari tinggal di kost yang penghuninya laki-laki semua sungguh membuatku merasa tak nyaman, maka bila pagi dan siang saya ke calon rumah kontrakan ikut mengawasi orang-orang yang sedang memperbaiki dan membersihkan rumah, hingga hari ke tujuh perbaikan rumah sudah selesai, tinggal saya dibantu tetangga finishing membersihkan lagi dinding-dinding dan lantai yang terbuat dari kayu Ulin semua, dengan memberi lapisan kain plastic pada lantai kayu agar terlihat bersih dan binatang dari bawah tidak bisa masuk ke dalam rumah. Semua barang-barang sisa penghuni lama dibakar termasuk  beberapa almari dan dipan tempat tidur. Walaupun sebenarnya belum lapuk juga kayunya, lama tidak dipakai dan tidak tahu siapa yang makai lebih aman bila dibakar saja. Begitu pikirku.

Akhirnya di hari ke tujuh, aku sudah bisa menempati rumah kontrakan baru, yang sudah bersih dindingnya juga sudah selesai dicat warna putih agar terlihat terang dan bersih. Rumah dengan bahan kayu ulin semua termasuk atapnya terbuat dari sirap kayu ulin, sangat nyaman bila dibanding yang beratap asbes dan seng. Lega rasaku.

Rumah dengan 2 kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, dan dapur yang cukup luas akhirnya aku tempati. Kata Paman yang menawarkan rumah ini dan yang menerima uang sewa kami, rumah ini dulu dihuni oleh keluarga yang berasal dari Sulawesi, mereka punya usaha tambang batubara kecil-kecilan. Usahanya cukup lancar kehidupan mereka  berkecukupan sehingga beberapa berabotan yang masih tertinggal juga kelihatan kalau yang dipakai dulu adalah barang mahal untuk ukuran desa terpencil seperti ini. Semua sudah di bakar tak ada sisa barang apapun.

Setelah masa kejayaan tambang liar selesai, usaha bertambangan mereka bangkrut , mereka pergi dan pindah kemana warga tak ada yang tahu. Karena mereka tidak berpamitan,  seperti saat datang juga mereka tidak mengenalkan diri pada tetangga yang asli orang desa itu. Menurut para tetangga dulu rumah itu dihuni oleh sebuah keluarga dengan 2 orang anak yang masih kecil dan juga seorang kakek tua yang sering membersihkan halaman dan menjadi penjaga rumah.

Halaman rumah yang cukup luas terdapat berbagai macam tanaman, seperti mangga kweni dengan buah yang sangat lebat berada tepat di depan kamar depan sebelah kiri. Di sebelah kanan terdapat pohon nangka, dan pohon sirsat  dengan buah yang tiada hentinya. Sedang di samping kiri yang besebelahan dengan rumah tetangga terdapat pohon nangka lagi selain serumpun buah nanas yang berada di depan jendela kamar yang aku tempati.

Sedang di sebelah kanan rumah terdapat kolam yang cukup luas, entah apa isinya aku kurang tahu, karena hampir seluruh permukaannya dipenuhi enceng gondok, dan di bibir kolam tumbuh subur  serumpun daun pandan, sebelahnya lagi ada serumpun pohon lengkuas, dan di ujungnya terdapat serumput pohon pisang maholi khas Kalimantan.

Karena suami kerja siff maka aku sering di rumah sendiri, kalau pun suami masuk malam pasti siangnya di rumah juga tidur seharian. Jam kerja yang panjang , sampai sehari 12 jam membuat suami jarang bisa ikut berkegiatan siang hari.  Sendirian di rumah sudah menjadi kebiasaanku sehari-hari. Paling aku mengurus  rumah, masak, dan menyiapkan keperluan suami.

Desa tempat aku tinggal hanya diterangi listrik pada malam hari saja antara jam 6 sore sampai 6 pagi. Selain itu bila tanggalnya tua, Listrik   akan menyala 3 hari sekali. Suasana rumah yang sering gelap dan sepi membuatku sering ngeri sendiri.

Beberapa kali di saat malam yang gelap dan lagi sendirian aku sering mendengar beberapa bocah yang sedang main di dapur. Aku hanya berpikir mungkin anak tetangga belakang , tapi kadang-kadang suara itu ramai riuh di saat lebih dari jam 12 malam. Kadang-kadang jelas percakapannya. Tetapi karena aku kurang mengerti bahasa yang digunakan, jadi tidak tahu apa yang sedang mereka percakapkan. Kadang-kadang  ada suara dan kelebat orang berjalan dari kamar depan menuju pohon manga kweni di depan rumah , padahal antara kamar dan pohon mangga tak ada pintu.

Suatu pagi yang masih sepi karena banyak rumah yang masih menutup pintunya, saya  melihat seorang kakek yang sudah tua, dia berjalan ke sebelah kanan rumah menuju  kolam. Sekelebat kemudian kakek itu sudah hilang, aku hanya berpikir lewat mana ya si Kakek itu karena rumah itu berpagar kayu ulin agak tinggi dan aku lihat pagarnya juga masih utuh semua tidak bisa diterobos orang.

Beberapa hari kemudian aku melihat Kakek itu lagi tiba-tiba sudah ada di halaman depan, dari mana asalnya tak kuketahui,  ketika saat itu aku sedang menyapu halaman.

“ Handak kemana Pian……kai’…?” sapaku untuk menghilangkan rasa tahutku.

“ Bulikan……….” Jawabnya singkat tanpa memandangku. Akupun meneruskan menyapu daun-daun mangga kering. Sesaat ketika aku sadar , kekek itu menuju ke kolam disamping rumah dan menghilang.

Kejanggalan-kejanggalan yang aku alami aku ceritakan pada suami.

“ Gak usah takut Nok……kita manusia bisa meminta perlindungan Allah…..kalau sedang sendiri gunakan waktumu untuk banyak-banyak membaca Al-Qur’an..”

Aku pun berusaha untuk menghilangkan perasaan takut dengan banyak mengaji, dan kalau kebetulan ada listrik dan sinyal aku gunakan untuk sekedar membuka-buka FB.

Aku biasa bangun sekitar jam 3 dini hari untuk memasak nasi  bekal untuk makan pagi dan siang suami, pada saat sedang sibuk di dapur aku melihat 2 buah lipas yang lumayan besar keluar dari celah-celah dinding kayu yang dibuat rangkap.

Setengah menjerit aku memanggil suamiku yang masih tidur. Suami segera bangun dan mengambil golok, namun lipas itu lebih cepat jalannya dan masuk lagi ke celah dinding kayu di ruang makan. Hanya satu lipas yang bisa kena sabetan golok suamiku. Mulai saat itu aku jadi was-was dan selalu sedia cairan pembunuh serangga, agar mudah membunuhnya bila ada binatang yang muncul tiba-tiba.

Kejadian aneh lagi,  terjadi saat aku mandi sore menjelang maghrib. Baru asyik-asyiknya mandi ada 2 ekor ular merah yang tiba-tiba sudah berada di dekat kakiku. Betapa kagetnya , aku segera mengambil sebatang kayu yang ada di jangkauan tanganku.

Aku lemparkan kayu kea rah kepala ular itu. Kepala ular remuk dan mati, tapi ular yang satunya lari kearah kolam di samping rumah.

Beberapa kejadian membuatku ingin segera pindah rumah, namun sayang mencari rumah kontrakan agak susah disini. Maka kami tetap bertahan mesti dengan perasaan was-was. Terutama aku yang lebih banyak di rumah sendiri.

Tiga bulan sudah suami kerja disini, berarti aku sudah menempati rumah ini selama 2 bulan. Saatnya suami mendapat jatah cuti selama 2 minggu. Saat libur itulah suami memeriksa kondisi rumah yang ternyata ada papan dinding yang dihinggapi rumah semut hingga membentuk gundukan tanah yang tebal dekat pada tumpukan kayu ulin yang tidak terpakai. Dengan bantuan tukang bersih-bersih suami membongkar dinding kayu yang ada rumah semutnya itu.

Betapa kaget kami…..ternyata disela-sela dinding kayu yang dobel itu terdapat tulang belulang  manusia

Yang masih lengkap. Tulang belulang dan tengkorak kecil itu menyelinap telungkup diantara dua bilah kayu dinding rumah ditutupi tumpukan kayu ulin tersebut.  Sepertinya bukan hanya satu tengkorak namun 2, mereka berhimpit berada di celah dinding yang sempit.

Kami segera menghubungi Kepolisian yang berada di desa kami. Polisi  akhirnya yang mengambil dan mengadakan penyelidikan terhadap tulang tulang manusia itu.

Karena aku juga mencurigai sesuatu  yang terdapat di dalam kolam itu, akhirnya polisi juga menguras kolam untuk mengetahui apa yang terdapat di dasar kolam itu.

Benar sangkaanku, tulang belulang manusia dewasa ada di dasar kolam, pakainannya walau sudah lusuh masih utuh, warna dan coraknya seperti pakaian kakek yang sering tiba-tiba muncul dan menghilang di sekitaran kolam.

Tidak ada yang tahu kemana kepindahan pemilik rumah yang lama polisi juga masih susah untuk mencarinya.

Menurut dugaan sementara kedua anak tersebut meninggal setelah tercepit diantara kayu-kayu ulin yang tertumpuk di dinding  saat sedang bermain, saat orangtuanya sedang  mengalami krisis karena pertambangannya di tutup. Karena ayah dari anak tersebut sempat bertanya pada warga sekitar , apakah  anaknya ada melihat bermain di luar. Dan karena mereka harus cepat-cepat pindah, mereka segera pergi begitu saja tanpa mencari anaknya terlebih dahulu . Karena mereka diburu polisi  terkait dengan ijin pertambangan yang illegal.

Sedang kapan dan kenapa kematian kakek di dasar kolam masih belum banyak yang menduga, karena kakek yang biasa bersih bersih halaman itu memang sudah tua dan sepertinya agak sakit-sakitan. Apakah kakek meninggal karena terjebur kolam dan dimakan biawak dan binatang lain yang ada di kolam itu. Semua masih menjadi teka-teki.

Sejak di temukannya tengkorak-tengkorak itu aku menjadi agak tenang, karena suara-suara gaduh dan bayang-bayang kakek sudah tidak muncul lagi. Dan tampaknya kami tidak perlu untuk pindah rumah. Aku hanya selalu berdoa memohon Perlindungan-Nya, agar tak terjadi hal-hal aneh lagi di rumah ini.

sumber gambar 1 : dokumen pribadi

 

 

Kudus, 13 Januari 2016

 

'salam fiksi'

 

Dinda Pertiwi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun