Namun sebagai warga Yogyakarta merasa "terusik" dengan berita yang berjudul:"Gila! Ada Hotel di Jogya Naikkan Tarif hingga 1.500 Persen di Libur Panjang Kali ini" (www.harianjogja.com).Â
Menaikkan tarif hotel sebesar 15 kali lipat sangat tidak dibenarkan apapun alasannya. Walaupun masa pandemi Covid-19 Â berimbas menurunnya tingkat hunian hotel, bukan berarti dapat pasang tarif seenaknya. Hal ini justru sebagai tindakan "bunuh diri", sekaligus "iklan buruk" yang merugikan hotel itu sendiri dan citra Yogyakarta.
Tidak sepantasnya kerugian hotel dibebankan kepada konsumen yang menginap saat libur panjang. Â Ulah "oknum" yang menerapkan "aji mumpung" saat libur panjang tidak dapat ditolerir. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) wajib menegur dan memberi sanksi yang berefek jera. Sangat tidak masuk akal bila biasanya tarif hotel seharga Rp 500.000,00 -- Rp 600.000,00 per malam naik menjadi Rp 8 juta.
Selain itu ada toko oleh-oleh makanan khas bakpia membuat tidak nyaman dan mengecewakan konsumen yang katanya "raja". Sebagai orang Yogya saya mengalami sendiri saat akan membeli bakpia sampai dua (2) kali datang selalu habis. Sayangnya informasi jam berapa persediaan bakpia ada lagi tidak valid dan tidak jelas.Â
Pembeli tidak boleh pesan dan setiap orang dibatasi hanya 2 boks. Disaat persaingan semakin ketat, model "jual mahal" dan pelayanan tidak prima, sangat riskan kehilangan pelanggan. Apalagi kompetitor sudah melakukan model penjualan sistem online, tanpa uang muka, dan bayar secara COD. Penjualan apapun secara konvensional pasti ditinggal konsumen yang ingin praktis, cepat, mudah dan murah.
Yogyakarta, 3 Nopember 2020 Pukul 19.20 Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H