Hak-hak anak perempuan tanpa pendamping ayahnya tidak terungkap secara jelas berapa perbandingan nilai prosentase yang harus diterima sebagai penyanyi dan tim manajemen. Apakah 40:60 persen, 50:50 persen, 60:40 persen, atau berapa persen bagian untuk penyanyi dan berapa persen untuk tim manajemen. Semuanya tidak jelas dan tidak transparan, dan nyali penyanyi sering dibuat ciut karena tim manajemen yang galak, suka memarahi bila terlambat beberapa menit saja.
Selain itu tidak ada perjanjian bersegel/bermeterai yang ditanda tangani kedua belah pihak antara penyanyi dan tim manajemen. Apalagi perjanjian kontrak kerja yang dilakukan di depan notaris. Berapa tahun kerja sama akan berlangsung pun tidak secara jelas disebutkan/diucapkan.Â
Artinya posisi tawar penyanyi sangat rendah dan rentan dengan eksploitasi tenaga, emosi, pikiran. Hubungan kerja antara penyanyi dan tim manajemen semestinya ada aspek dan kepastian hukum yang menjamin hak-hak penyanyi, supaya tidak dirugikan secara moral dan material.
Berkarir di dunia entertain tanpa pendampingan ayah, menjadi peluang lingkungan sosial memperlakukan  seenaknya, mem"bully" dan menzalimi. Orang-orang  yang "merasa berjasa" telah mendampingi selama berkarir, "nebeng" pansos, agar terkenal saat ikut "live" di Intagram, tiktok, dan media sosial lainnya.
Keluarganya memang minim fasilitas, tetapi kaya kasih sayang, perhatian, dan kehangatan. Akibatnya sebagai anak bungsu dari 4 (empat) bersaudara, sifat manja dan "childish" masih kental yang menjadi ciri khas unik dan menarik.Â
Namun kondisi ini justru menjadi bahan tertawaan, ejekan, sasaran untuk direndahkan dan diremehkan oleh lingkungannya, bahkan digoda oleh para penonton saat nyanyi di panggung.
Yogyakarta, 28 Oktober 2020 Pukul 22.18
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H