Masih segar dalam ingatan seorang siswi SMP pandai menggambar , Â pada tanggal 6 Maret 2020 telah membunuh bocah berusia 5 (lima) tahun. Korban adalah tetangga sendiri, setelah dibunuh jasadnya disimpan di almari, dan siswi itu ke kantor polisi untuk menyerahkan diri. Peristiwa tragis, miris, memprihatinkan ini terjadi di tengah kota Metropolitan yang padat penduduk.Â
Tragedi pembunuhan ini terinspirasi film yang pernah ditonton. Mengapa anak usia 15 tahun tega membunuh tetangganya, dalam keadaan sadar, tenang, dan tanpa penyesalan ?. Kenapa nuraninya membeku dan tega melakukannya dalam bak air ?. Â Bisikan apa yang ada dalam benaknya saat melakukan perbuatan keji itu ?.
Sederet pertanyaan pasti muncul saat mendengar  dan melihat tragedi ini. Bagi para orang tua sebagai pembelajaran berharga saat ego menguasai diri dalam menghadapi permasalahan keluarga. Tragedi keluarga karena gagal menjalin ikatan suci dalam membina keluarga bahagia lahir batin, korbannya anak-anak.Â
Perpisahan orang tua karena perceraian, ibu meninggalkan rumah menjadi beban tersendiri bagi anak-anaknya. Hidup tanpa ibu kandung dan digantikan ibu tiri, pasti tidak semua anak bisa menerima dengan senang. Anak merasa sendirian, tidak ada tempat untuk curhat, berbagi cerita. Tidak ada lagi yang membelai, mengusap air mata saat sedih, membela, melindungi, dan memberi kehangatan kasih sayang. Duka mendalam, batin terluka, Â dirasakan siswi yang sedang mengalami masa puber.
Akibatnya siswi tersebut membenci orang tua (ibu) yang pindah ke kota lain. Luka batin siswi tersebut semakin bertambah parah karena telah menjadi korban kekerasan seksual sampai hamil. Pelakunya  orang-orang terdekat yang sepatutnya melindungi, mendampingi, menyayangi dengan tulus ikhlas.Â
Anak  yang seharusnya menikmati masa remaja bersama teman-teman sebaya harus menanggung penderitaan bertubi-tubi. Korban perceraian orang tuanya, korban  pelampiasan nafsu birahi dua orang pamannya dan seorang kekasihnya.Â
Bak sudah jatuh tertimpa tangga, korban "broken home", kekerasan seksual dan hamil. Sebagai pelampiasan rasa kecewa, sedih, marah, dendam, dituangkan dalam gambar berbagai ekspresi kekerasan. Kondisi ini ditambah dengan hobi nonton film horor dan novel tentang psikopat. Hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang dewasa disekitarnya, bukannya peduli justru memanfaatkan kesempatan untuk melakukan kekerasan seksual.
Kasus kekerasan seksual terhadap anak menjadi blunder, perbuatan terjadi spontan mengikuti hawa nafsu, yang berakibat fatal. Kekerasan seksual dilakukan berkali-kali, oleh lebih dari seorang. Kondisi korban yang lemah secara fisik, psikis, ekonomis, pengetahuan, dan spiritual, tidak kuasa melakukan perlawanan.Â
Bujuk rayu, janji, ancaman, paksaan dari pelaku, sehingga kekerasan seksual pun terjadi. Mirisnya pelaku adalah orang-orang terdekat yang sudah dikenal oleh korban. Pikiran kotor  pelaku terdorong oleh tontonan  film-film porno, pergaulan bebas, minuman dan obat terlarang.Â
Niat jahat pelaku muncul karena ada kesempatan (korban sendirian di rumah, ruangan tanpa penyekat, pintu tidak terkunci), sehingga terjadilah tindak pidana kekerasan seksual yang memalukan dan memilukan. Kekerasan seksual terjadi karena ketidak tahuan korban menjaga daerah terlarang yang dimilikinya.
Pendidikan seks memang perlu diajarkan kepada anak-anak sejak dini, dengan bahasa anak yang mudah dipahami. Disini ibu menjadi pendidik utama dan pertama untuk mengenalkan daerah yang seharusnya tidak boleh dilihat, dipegang, apalagi dilukai oleh siapapun. Bila mempunyai anak yang sudah akil balig (laki-laki atau perempuan), orang tua semestinya membekali, memberi tauladan, menasehati, anak-anaknya untuk  selalu hati-hati dalam pergaulan dan memilih lingkungan sosial.Â