Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Blunder Kekerasan Seksual Anak

29 Juli 2020   21:49 Diperbarui: 29 Juli 2020   22:04 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber alternatif:https://www.antaranews.com

Masih segar dalam ingatan seorang siswi SMP pandai menggambar ,  pada tanggal 6 Maret 2020 telah membunuh bocah berusia 5 (lima) tahun. Korban adalah tetangga sendiri, setelah dibunuh jasadnya disimpan di almari, dan siswi itu ke kantor polisi untuk menyerahkan diri. Peristiwa tragis, miris, memprihatinkan ini terjadi di tengah kota Metropolitan yang padat penduduk. 

Tragedi pembunuhan ini terinspirasi film yang pernah ditonton. Mengapa anak usia 15 tahun tega membunuh tetangganya, dalam keadaan sadar, tenang, dan tanpa penyesalan ?. Kenapa nuraninya membeku dan tega melakukannya dalam bak air ?.  Bisikan apa yang ada dalam benaknya saat melakukan perbuatan keji itu ?.

Sederet pertanyaan pasti muncul saat mendengar  dan melihat tragedi ini. Bagi para orang tua sebagai pembelajaran berharga saat ego menguasai diri dalam menghadapi permasalahan keluarga. Tragedi keluarga karena gagal menjalin ikatan suci dalam membina keluarga bahagia lahir batin, korbannya anak-anak. 

Perpisahan orang tua karena perceraian, ibu meninggalkan rumah menjadi beban tersendiri bagi anak-anaknya. Hidup tanpa ibu kandung dan digantikan ibu tiri, pasti tidak semua anak bisa menerima dengan senang. Anak merasa sendirian, tidak ada tempat untuk curhat, berbagi cerita. Tidak ada lagi yang membelai, mengusap air mata saat sedih, membela, melindungi, dan memberi kehangatan kasih sayang. Duka mendalam, batin terluka,  dirasakan siswi yang sedang mengalami masa puber.

Akibatnya siswi tersebut membenci orang tua (ibu) yang pindah ke kota lain. Luka batin siswi tersebut semakin bertambah parah karena telah menjadi korban kekerasan seksual sampai hamil. Pelakunya  orang-orang terdekat yang sepatutnya melindungi, mendampingi, menyayangi dengan tulus ikhlas. 

Anak  yang seharusnya menikmati masa remaja bersama teman-teman sebaya harus menanggung penderitaan bertubi-tubi. Korban perceraian orang tuanya, korban  pelampiasan nafsu birahi dua orang pamannya dan seorang kekasihnya. 

Bak sudah jatuh tertimpa tangga, korban "broken home", kekerasan seksual dan hamil. Sebagai pelampiasan rasa kecewa, sedih, marah, dendam, dituangkan dalam gambar berbagai ekspresi kekerasan. Kondisi ini ditambah dengan hobi nonton film horor dan novel tentang psikopat. Hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang dewasa disekitarnya, bukannya peduli justru memanfaatkan kesempatan untuk melakukan kekerasan seksual.

Kasus kekerasan seksual terhadap anak menjadi blunder, perbuatan terjadi spontan mengikuti hawa nafsu, yang berakibat fatal. Kekerasan seksual dilakukan berkali-kali, oleh lebih dari seorang. Kondisi korban yang lemah secara fisik, psikis, ekonomis, pengetahuan, dan spiritual, tidak kuasa melakukan perlawanan. 

Bujuk rayu, janji, ancaman, paksaan dari pelaku, sehingga kekerasan seksual pun terjadi. Mirisnya pelaku adalah orang-orang terdekat yang sudah dikenal oleh korban. Pikiran kotor  pelaku terdorong oleh tontonan  film-film porno, pergaulan bebas, minuman dan obat terlarang. 

Niat jahat pelaku muncul karena ada kesempatan (korban sendirian di rumah, ruangan tanpa penyekat, pintu tidak terkunci), sehingga terjadilah tindak pidana kekerasan seksual yang memalukan dan memilukan. Kekerasan seksual terjadi karena ketidak tahuan korban menjaga daerah terlarang yang dimilikinya.

Pendidikan seks memang perlu diajarkan kepada anak-anak sejak dini, dengan bahasa anak yang mudah dipahami. Disini ibu menjadi pendidik utama dan pertama untuk mengenalkan daerah yang seharusnya tidak boleh dilihat, dipegang, apalagi dilukai oleh siapapun. Bila mempunyai anak yang sudah akil balig (laki-laki atau perempuan), orang tua semestinya membekali, memberi tauladan, menasehati, anak-anaknya untuk  selalu hati-hati dalam pergaulan dan memilih lingkungan sosial. 

Bila anak sudah mendapat pendidikan, keteladanan dari orang tua, lingkungan sekolah dan masyarakat membekali Iptek dan Imtak, kekerasan seksual terhadap anak dapat diminimalisir. Disinilah peran Tri Pusat Pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) untuk  mengantarkan anak-anak menjadi insan seutuhnya (sehat lahir batin, fisik psikis, sosial). Anak-anak juga merasa aman, nyaman, sehat dan bahagia dalam menjalani kehidupannya.

Perlu juga meningkatkan rasa gotong royong, kepedulian, solidaritas, terhadap anak-anak yang rentan dengan kekerasan seksual. Apalagi di lingkungan yang padat penduduk, disini peran RT, RW, tokoh masyarakat, ulama, dan juga pemerintah (Kelurahan, Kecamatan, Komisi Perlindungan Anak) untuk selalu hadir bila ada anak yang terlantar, kurang perhatian dan kasih sayang karena perceraian, kematian, ditinggal orang tuanya untuk mencari nafkah. 

Kalau bukan orang-orang terdekat yang peduli, siapa lagi. Kalau tidak dimunculkan rasa peduli itu sejak sekarang, kapan lagi. Sebelum korban terus meningkat akibat kekerasan seksual yang merenggut masa depan anak-anak, harus segera dihentikan (di stop). Mereka juga berhak menjalani hidup dengan suka cita, bergembira untuk meraih mimpinya.

Tidak kalah penting bagi predator  seks, pelaku kekerasan seksual terhadap anak-anak, agar dihukum yang membuat efek jera. Selain hukuman kurungan, denda, ada hukuman "kebiri kimia" bagi pelaku kejahatan seksual mulai diterapkan, walau masih menjadi perdebatan siapa eksekutornya.

 Apapun bentuk hukumannya pastinya ini hukuman di dunia yang sementara. Perlu diingat para predator seks, masih ada hukuman hakiki yang pasti dijalani dan dirasakan kelak di alam keabadian. Seharusnya para predator seks berpikir seribu kali sebelum melakukan tindakan hina dan tercela. Akibat perbuatannya korban kekerasan seksual menderita sepanjang masa.

Yogyakarta, 29 Juli 2020 Pukul 20.45    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun