Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 27 ayat 2 UUD 1945). Artinya negara hadir dan mengatur pekerjaan bagi setiap warganya agar mempunyai kehidupan yang layak (dapat memenuhi kebutuhan dasar pangan, papan, sandang, kesehatan, dan pendidikan).Â
Untuk mencukupi kebutuhan dasar itu, negara telah memberikan kartu pintar, kartu sehat, pemilikan kredit rumah tanpa uang muka, bantuan tunai, dan jaminan bagi para pencari kerja).Â
Tentu saja ada syarat dan ketentuan untuk mendapatkan fasilitas sesuai dengan kebutuhannya. Semua fasilitas itu dimaksudkan untuk mensejahterakan semua lapisan masyarakat yang berkeadilan sosial.Â
Walaupun diakui "acap kali" terjadi salah sasaran karena profil, data, dan informasi yang kurang tepat karena perbedaan persepsi menerapkan tolok ukur yang sudah ditentukan.
Terlepas dari itu semua, setiap orang berhak mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hak setiap orang juga untuk bekerja di swasta, perusahaan multinasional, BUMN, dan pegawai negeri.Â
Di manapun orang itu bekerja pastinya sudah melalui perekrutan dan seleksi yang sangat ketat, terbebas dari KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Instansi/lembaga tentu  mencari pegawai yang mempunyai kompetensi secara intelektual, individual dan sosial.Â
Kompetensi intelektual diperlukan agar pola pikir dan pola tindak dapat mengikuti perubahan yang terjadi disekitarnya, begitu cepat. Namun kompetensi individual dan sosial juga dibutuhkan, agar tidak menjadi robot-robot tanpa hati nurani, etika, kejujuran, dan sopan santun.
Ketika sudah menjadi bagian dari suatu lembaga pemerintah, swasta, BUMN, perusahaan multinasional selain mempunyai kewajiban yang telah ditentukan, berhak atas jabatan/pangkat sesuai ijazah, kompetensi yang dimiliki.Â
Konsekwensi dari jabatan dan pangkat adalah penghargaan berupa materi (nilai rupiah) dan non materi (pengakuan) lingkungannya. Pengakuan diperoleh melalui pangkat/jabatan yang dicapai melalui syarat dan aturan dan proses panjang yang harus dilalui.Â
Ibaratnya, untuk menaiki tangga itu dimulai dari awal yang paling bawah, tidak bisa meloncat tangga karena beresiko. Idealnya untuk menggapai jabatan tertinggi perlu kesabaran, jujur, berjuang, perpikiran positif, kerja keras dan kerja cerdas, serta berdoa. Kenapa?
Menaiki tangga jabatan itu tidak mudah seperti membalik tangan atau bim salabim aba kadabra seperti ucapan Pak Tarmo.Â