Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketulusan Tanpa Henti Mbak Suti

11 Juli 2019   07:03 Diperbarui: 11 Juli 2019   11:30 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perubahan nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang masif berdampak pada hubungan individualis, egois, pragmatis, penuh perhitungan ekonomis dan matematis. Semuanya diukur dengan nilai rupiah, untung rugi, dan kompensasi.

Beruntung saya masih menemukan orang dengan sikap terpuji, memegang teguh norma agama dan nilai-nilai kejujuran, keikhlasan, yang mampu menggerakkan energi positif untuk lingkungan sosialnya.

Pola hidup hedonisme, snobisme, yang terjadi disekelilingnya tidak melunturkan kesederhanaan pikirannya. Sosok tersebut tidak menyandang gelar sarjana, tetapi pernah sekolah di SD Swasta berbasis agama (Islam) di desanya. Pola pikir dan pola hidupnya sederhana seperti orang kebanyakan.

Dibalik kekurangan pendidikan, ternyata dia jujur, ikhlas berkorban, ringan mengulurkan tangan  membantu dengan penuh tanggung jawab. Sering menghadiri pengajian, untuk menambah ilmu agama sebagai  pedoman hidupnya.

Tokoh itu kami menyebutnya Mbak Suti, nama lengkapnya Sutinem lahir di Bantul 31 Desember 1962. Dibalik kesederhanaan berpikirnya, mempunyai sikap jujur, ikhlas berkorban, ringan tangan, mempunyai dedikasi dan komitmen. Aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan, walaupun sejak tahun 2000 sampai saat ini (2019) sebagai "Asisten Rumah Tangga (ART) di rumah saya dengan sistem datang pagi, pulang siang. Bahkan sejak saya masih SD sudah mengenalnya karena tetangga dusun.

Gajinya masih dibawah UMR Yogyakarta, mengingat durasi kerjanya 4 jam (08.00 -- 12.00). Hari kerja Senin--Sabtu, Minggu libur, tetapi kalau ada pekerjaan berarti lembur, sehingga saya selalu memberi uang ekstra.

Pekerjaan utamanya memasak, mencuci, setrika, dan bersih-bersih rumah sebagai kewajiban rutin.Haknya berupa gaji yang dibayarkan setiap awal bulan. Selain itu ada uang THR sebesar gaji, plus bingkisan bahan pokok. THR bertambah karena anak-anak yang sudah bekerja juga memberi uang lebaran, walau tidak pulang di tranfer lewat tabungan saya.

Sumber ilustrasi:www.pixabay.com
Sumber ilustrasi:www.pixabay.com
Kami sesekali mengajaknya ke luar kota seperti Bandung, Jakarta, dan Bali, dengan transportasi darat maupun udara (pesawat). Tanpa disadari, kebiasaan kami ini ternyata dapat meningkatkan semangat kerja. Artinya ada hubungan kerja keluargaan antara saya dan mbak Suti yang tidak semata-mata melaksanakan kewajiban dan hak, tetapi juga hubungan sosial.

Gaji itu tidak harus semuanya berupa nilai rupiah, tetapi memberi kesejahteraan berupa barang dan jasa, rasa senang, aman, nyaman serta "memanusiakan" ART sebagai subyek bukan obyek, ternyata melebihi segalanya.

Jalan-jalan keluar kota yang bagi kita adalah hal biasa, ternyata bagi mbak Suti merupakan "sesuatu banget", apalagi naik pesawat menjadi pengalaman yang luar biasa. Makan bersama di restoran, mengunjungi tempat wisata, semuanya kami tanggung dan memperlakukan seperti keluarga dapat memberi kebahagiaan tersendiri.  

Semua itu kami lakukan sebagai balas jasa mengingat kontribusinya dalam membantu membereskan rumah, belanja, dan menyediakan masakan untuk keluarga. Apalagi saat saya masih aktif sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN/PNS) secara langsung tenaganya telah didedikasikan untuk kelancaran tugas dan karier saya. Tanpa kehadirannya, kami menjadi kerepotan dalam membereskan rumah dan menyiapkan makanan keluarga.

Jalinan kerjasama dapat bertahan lama, landasan utama adalah nilai kejujuran, keikhlasan dan taat memegang amanah.Semua jasanya yang telah diberikan kepada keluarga kami tidak mungkin terbalas dengan bayaran uang seberapa pun.

Bukti kejujuran Mbak Suti, kalau menemukan uang di kantong saku saat mencuci dalam jumlah ratusan ribu sampai jutaan, ternyata tetap disimpan, dilaporkan dan dikembalikan. Padahal tidak ada orang yang mengetahui kalaupun uang itu diambil selembar dan tidak dilaporkan, karena kami kelupaan berapa jumlah dan tempat menaruhnya.

Dalam pengelolaan uang belanja, saya tidak pernah meminta dan menghitung uang kembaliannya, tetapi selalu ditaruh di tempat yang sudah ditentukan. Begitu jujurnya, sampai saya memberi kepercayaan membawa kunci rumah, sehingga dapat masuk rumah sewaktu-waktu ketika kami sudah berangkat ke kantor dan anak-anak pergi sekolah/kuliah. Kalau kami keluar kota, mbak Suti dan suaminya yang menunggu rumah.

Bukti dari nilai keikhlasnya, setelah pulang kerja masih terlibat aktif dengan urusan sosial dan kemasyarakatan bersama tetangganya. Setiap menjelang bulan Ramadan, atas inisiatif sendiri selalu mencuci karpet, tikar, sajadah, mukena, menyedot debu walau alatnya harus meminjam.

Semua ini menunjukkan untuk melakukan perbuatan baik dan berderma, tidak perlu menunggu kaya. Tenaganya dapat disumbangkan untuk membersihkan dan merawat masjid. Hanya niat yang tulus ikhlas karena Allah SWT yang mendorongnya, bukan karena ingin dipuji oleh manusia.

Hal yang juga menjadi inspirasi dan motivasi selama bulan Ramadhan setelah sholat tarawih membaca Al Qu'ran bersama ibu-ibu lainnya, sehingga dalam waktu sebulan khatam 30 juz. Sebagai tradisi setelah khatam warga biasanya mengadakan makan bersama nasi uduk dan lauk ayam dibumbu ingkung dengan biaya ditanggung bersama.

Betapa indahnya kebersamaan, nilai-nilai kegotong-royongan, kekeluargaan masih tumbuh subur. Masjid bukan saja sebagai tempat ibadah untuk menjalin hubungan secara vertikal dengan Alloh SWT, tetapi juga secara horisontal sesame umat.

Dalam lubuk hati yang paling dalam, jujur sejak 2 (dua) tahun yang lalu saya mempunyai niat untuk membiayai pergi umroh bagi ART kami, namun niat baik itu belum terlaksana. Semoga berkah umroh dari "Berlipatnya Berkah Allianz" dapat mewujudkan niat saya, mengumrohkan Mbak Suti.

Tulisan ini diikutsertakan juga di landing page berlipatnyaberkah.allianz.co.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun