Padahal kalau ditelusur, entah disengaja atau tidak sengaja karena orang tua yang membiasakan anak sejak dini diberi mainan dan yang menjadi teman baru. Anak menjadi diam, tenang, karena tangannya mungil dengan lincah memainkan keybord gawai orang tuanya.
Awalnya orang tua terganggu dengan rengekan, tangisan, anaknya. Agar diam bukannya dialog yang di nomor satukan, tetapi langsung diberi mainan gawai. Akhirnya anak keterusan, dan kecanduan bermain gawai, dan senjata pamungkas dengan "menangis", merengek, merajuk, ngambek, marah.Â
Untuk menghentikan orang tua juga kurang mempunyai "wibawa" karena tidak dapat menjadi contoh yang baik, karena juga asyik bermain gawai. Anak-anak dibiarkan bermain sendiri, jadi siapa yang memulai ? Siapa yang harus memberi teladan (role model) untuk anak-anaknya ?.
Saya yakin orang tua yang memulai mengenalkan gawai sejak dini, sekaligus sebagai teladan pertama dan utama bagi anak-anaknya. Wahai orang tua janganlah egois, kalau anaknya dilarang bermain gawai jangan tunjukkan bapak ibu merunduk menatap gawai dengan jari jemari menari di keyboard di depan anak-anak, apapun alasannya.Â
Untuk menjawab WA pimpinan, mencari tiket, check in, google map, menjawab relasi, apalagi hanya membaca WA dari group reunian yang isinya bercanda. Anak-anak disekitar kita lebih penting daripada teman WA yang nun jauh disana. Inilah yang dimaksud gawai bisa:"menjauhkan yang dekat, dan mendekatkan yang jauh". Â
Untuk orang tua yang tidak tegaan, jalan pintas menghentikan tangisan anak dengan memberi gawai. Bahkan ada yang mengatakan "demi kasih sayang" yang menjurus "memanjakan" maka anak sejak dini dibelikan gawai supaya tidak berebut dengan orang tuanya, tanpa ada aturan main yang diberlakukan. Dari sinilah awal petaka itu datang, mulai dari gangguan penglihatan, cepat mengantuk, mata minus.Â
Orang tua mana yang rela dan tidak sedih kalau anaknya sejak dini sudah berkaca mata. Artinya untuk meraih cita-citapun sudah terbatas dan terkendala, karena sering ada persyaratan "tidak berkaca mata".
Jujur sebagai orang tua sampai saat ini pun masih mengingatkan anak-anaknya yang masuk generasi milenial ketika berlama-lama melihat gawai. Apalagi dengan cara yang tidak normal misal sambil tiduran, terlalu dekat, di ruangan gelap, saat makan bahkan berkendara.Â
Terpaksa "menyita" gawai ketika berkendara adalah hal yang biasa saya lakukan. Menegur atau menghentikan pembicaraan dengan anak-anak yang asyik memegang gawai ketika diajak berbicara tidak menatap mata lawan bicara tetapi "merunduk" di layar gawai. Ini tidak sopan, apalagi orang tua sudah memanggil sampai tiga kali, diabaikan ternyata telinganya dipasangi "earphone". Â
Belum kalau kecanduan, mulai menarik diri dari lingkungan sosial, tidak mau sekolah, tidak mau berkumpul dengan teman sebaya dan saudara. Sehari-hari di dalam kamar tertutup rapat, dikunci, bahkan makan minum, mandi, beribadah semua diabaikan.Â
Bagaimana untuk mengatasi kalau sudah begini ?. Tentu upaya pendekatan dan terapi secara terpadu psikologis, klinis, agamis kalau sudah tidak mau diajak dialog dengan siapapun. Orang tua khususnya ibu mendoakan agar anaknya kembali menjalani kehidupan "normal".