Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Reformasi Birokrasi Masih Sebatas Pelayanan Publik

6 Februari 2019   11:26 Diperbarui: 7 Februari 2019   23:20 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com

Memberi pelayanan dengan tulus, ikhlas, ramah, sopan santun, dan menerima kritikan dengan senang hati. Dari kritikan itulah dapat mengetahui kekurangannya pelayanan yang diberikan. Kondisi ini secara otomatis mempersempit dan menghilangkan calo, pelantar dan biaya tinggi, karena proses, biaya, estimasi waktu sudah jelas dan transparan dapat diketahui umum.

Namun yang patut disayangkan, reformasi birokrasi masih sebatas untuk pelayanan publik yang sifatnya umum dibutuhkan oleh semua orang. Masih ada pelayanan birokrasi yang tersendat, tidak transparan, tidak pasti, dan tidak jelas. Misalnya pelayanan untuk pengurusan kenaikan pangkat dan pensiun bagi PNS.

Walau diakui sudah ada beberapa departemen yang transparan dapat mengecek sampai dimana perjalanan berkas, sehingga bisa dipantau dan diprediksi. Untuk kenaikan pangkat yang sebenarnya menjadi hak setiap PNS, kenyataannya ada yang sampai masuk batas usia pensiun (BUP), Surat Keputusan (SK) itu tidak kunjung datang. 

Akibatnya PNS dirugikan secara material, moral, harapan, dan semangat karena sejatinya keterlambatan itu dipihak pegawai pemroses yang tidak mensegerakan hak seseorang. Kalau sudah begini siapa yang bertanggung jawab ?

Apapun alasannya, walau perlu ada persetujuan teknis (pertek) dari Badan Kepegawaian Nasioanal (BKN), dan SK dibuat Sekretarian Negara, semua itu sangat tergantung dari departemen dimana PNS itu bernaung. Jadi tidak selayaknya pegawai yang mengurusi kenaikan pangkat/pensiun mencari "kambing hitam" apalagi menyalahkan PNS yang sudah mendelegasikan berkas-berkas untuk dikerjakan karena memang pekerjaannya.

Untuk pengurusan pensiun walau berkas-berkas itu sudah dikirimkan sejak setahun sebelum jatuh tempo masa pensiun, ternyata tetap ada hambatan. Sudah masuk BUP, tetapi SK pensiun tidak kunjung datang, padahal gaji sudah di stop, dan gaji itu menjadi satu-satunya sumber pendapatan.

Haruskah para pensiunan itu menahan untuk memenuhi kebutuhan seharai-hari khususnya yang primer ?. Kalau untuk kebutuhan sekunder dan terseir dapat ditunda, apakah harus menunda kebutuhan primer ?. Bagaimana hati nurani para pegawai yang mengurus SK pensiun kalau ini menimpa keluarganya ?. Pastinya pegawai itu belum pernah pensiun jadi tidak bisa merasakan bagaimana para pensiunan penunggu SK pensiun yang tidak kunjung datang.

Yogyakarta, 6 Februari 2019 Pukul 10.43

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun