Sekolah sebagai tempat untuk menuntut ilmu bagi peserta didik dimulai sejak PAUD, TK, SD, SMP, dan SMA. Dari tingkatan pendidikan itu yang paling berkesan, penuh kenangan, menyenangkan, banyak adegan lucu, konyol, adalah masa remaja/ABG ketika SMA. Anak remaja usia 13 -- 18 tahun sangat krusial, labil, dan rentan, karena masa transisi dari status anak-anak ke masa dewasa.Â
Secara fisik, psikis, dan lingkungan sosial terjadi perubahan mendasar. Oleh karenanya  membutuhkan sosok idola yang dapat memperkuat pengembangan karakter, kepribadian, dan integritas.Â
Keluarga, sekolah dan masyarakat sebagai tri pusat pendidikan menjadi wahana ideal untuk bersemainya nilai-nilai agama, moralitas, kejujuran, toleransi, dan sosial. Sebaliknya, ketika tri pusat pendidikan gagal dalam menyemaikan nilai-nilai positif dan nihil sosok idola, maka maraklah perilaku menyimpang dan tindakan amoral.
Ketika di SMA yang sering disebut sebagai masa terindah, dalam menuntut ilmu terjalin pertemanan, persahabatan, persaingan dan percintaan. Seperti judul lagu Chisye:"Kisah Kasih di Sekolah", tiada masa paling indah, masa-masa di sekolah, tiada kisah paling indah, kisah kasih di sekolah", bagi yang mengalami.Â
Bagi yang tidak mengalami kisah kasih ketika di SMA, tetap merasakan indahnya jalinan pertemanan/persahabatan. Berjuang bersama untuk menggapai masa depan kuliah di perguruan tinggi yang diidamkan. Masa SMA menjadi titik tumpu mewujudkan cita-cita, melatih kecerdasan intelektual, sekaligus berorganisasi.Â
Latihan  berdemokrasi  dalam pemilihan Ketua OSIS secara luber dan jurdil, bagaimana menyampaikan visi, misi, program yang menarik simpati teman-teman agar memberikan suaranya. Pengalaman berorganisasi sejak SMA (walau SMP juga ada tetapi belum mandiri), sangat bermanfaat dalam mencerdaskan "soft skill".Â
Menjalin kerjasama antar sekolah, menghindarkan dan menghilangkan "permusuhan" antar sekolah dengan kegiatan yang bermanfaat. Energi positif anak remaja dimaksimalkan untuk olah raga, kegiatan OSIS, mengikuti komunitas karya tulis, pramuka. Hal ini untuk menghindari tawuran, bullying, gank motor/sekolah yang meresahkan, merokok, corat-corat tembok yang mengotori lingkungan, minuman oplosan, narkoba, pornografi dan seks bebas.
Dalam film "Terlalu Tampan" , dengan durasi 90 menit menggambarkan kehidupan anak-anak SMA. Menonton film ini, mengundang tawa, geli karena banyolan, keconyolan, kelucuan saat SMA lengkap dengan pernak-pernik gank sekolah, bullying, guru galak, dan kisah asmara anak remaja.Â
Tingkah laku kocak yang sering dilakukan oleh remaja ketika di SMA lebih dominan. Kelas sosial orang tua, sekolah favorit, dengan segudang sikap dan tingkah lakunya semakin menambah seru. Film layar lebar berjudul "Terlalu Tampan", yang mulai tayang di Empire XXI diseluruh Indonesia ini diambil dari komik "Webtoon" dengan judul yang sama.Â
Para pemeran utama Ari Irham sebagai Witing Trisno Jalaran Saka kulino (Kulin) dengan wajah tampan yang justru tersiksa dengan ketampanannya. Tara Budiman sebagai Okisena Helvin (Okis), Marcelino Lefrandt sebagai Archewe Johnson, dan Iis Dahlia Jer Basuki Mawa Bea (Bu Suk). Mempunyai wajah terlalu tampak karena keturunan ternyata tidak selalu mengenakkan, sehingga mengurung diri terus di kamar.
Nonton bareng (nobar) film "Terlalu Tampan", sebagai kegiatan Komunitas Kompasianer di Yogyakarta yang tergabung dalam KJOG. Kekompakan nampak terasa dalam nobar ini, walau saya sebagai anggota yang paling tua, dengan percaya diri masuk ruangan 3 Empire XXI nomor kursi G 19 yang berlokasi Jln. Urip Sumoharjo.Â
Terima kasih kepada mbak Dewi Krisna dan mbak Vika Kurniawati,  yang telah memfasilitasi nobar ini termasuk snacknya yang asyik dan luar biasa. Sungguh ini menambah keakraban para anggota kompasianer yang bergabung di KJOG. Senang bergabung dan menjadi anggota KJOG yang  melakukan nobar bulan Januari di Empire XXI Ambarukmo Plaza dengan judul film:"Keluarga Cemara".  Â
Pemutaran film "Terlalu Tampan" yang mulai tayang perdana tanggal 31 Januari 2019, sangat tepat momennya. Minilam sebagai hiburan dan untuk sekedar refreshing untuk para remaja maupun orang dewasa. Mengapa ?. Untuk para remaja, khususnya kelas XII yang suntuk menghadapi ujian sekolah dan nasional.Â
Selain itu bagi yang terlibat langsung dalam kampanye terbuka untuk mendukung pilihan politiknya, agar dapat "cooling down", menahan gejolak hatinya memusuhi orang lain.Â
Sebaliknya menambah energi positifnya untuk menguatkan persatuan dan kesatuan, bukan membuat keonaran yang merugikan masyarakat, karena tindakannya yang brutal. Oleh karena itu menahan diri untuk dapat meraih simpati para pendukungnya. Bukan sebaliknya, melakukan tindakan anarkhis yang menyebabkan antipati warga masyarakat.
Untuk kaum dewasa film ini menjadi hiburan tersendiri, karena dapat mengusir kepenatan dari kesibukan rutinitas. Sekaligus kilas balik mengenang masa remaja ketika di SMA yang telah dilalui. Walaupun zaman sudah berbeda, tetapi rasa, kesan, kenangan itu masih tersisa dan sama. Apalagi bagi orang tua yang mempunyai anak SMA, film ini dapat menjadi gambaran, agar tidak salah asuh.Â
Anak SMA itu bukan anak kecil lagi, tetapi juga belum dewasa, sehingga perlu pola asuh yang tepat. Bagiakan bermain layang-layang, kadang-kadang talinya dilonggarkan, namun juga perlu diketatkan. Over protektif juga tidak baik, tetapi memberi kebebasan tanpa batas juga berbahaya. Pastinya masa-masa labil itu harus dibekali ilmu agama dan prakteknya, nilai-nilai moralitas, etika, sopan santun, agar anak tidak "limbung" dalam menghadapi masalahnya.Â
Harus jelas mana yang boleh dan tidak boleh, diberi kepercayaan dan tanggung jawab. Apalagi di era gadget ini, agar bijak memanfaatkan media sosial dan game online. Menarik diri dari lingkungan sosial, tidak mau sekolah formal, tidak peduli, acuh, berada dalam kamar yang pengap tanpa sirkulasi udara. Dan jiwanyapun "sakit", walau fisiknya tetap sehat.Â
Orang tua wajib mendampingi dengan kasih sayang dan perhatian, sehingga anak kembali normal berbaur dengan teman sebaya dan lingkungan sosialnya.
Yogyakarta, 1 Februari 2019 Pukul 16.58
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H