Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Gerakan Membaca Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

24 Januari 2019   20:22 Diperbarui: 25 Januari 2019   07:44 1044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbagai gebrakan telah dilakukan oleh pemerintah agar membaca menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia. Untuk bisa membaca tentu sudah "melek huruf", namun ketika sudah "melek huruf", masih ada kelanjutannya yaitu tersedianya bahan bacaan yang sesuai dengan tingkat "melek huruf"nya. 

Mengingat kondisi masyarakat yang heterogen, maka Sulistyo Basuki (1991:7) dalam bukunya "Pengantar Ilmu Perpustakaan" mengelompokkan tingkat "melek huruf" menjadi  7 yaitu:"Pertama, orang yang tidak mampu membaca sama sekali (buta huruf), kedua orang memiliki kemampuan terbatas dalam membaca, ketiga orang yang belajar membaca dan sudah melek huruf, keempat orang sudah melek huruf tetapi tidak membaca, kecuali membaca bacaan terbatas, kelima orang melek huruf namun bukan pembaca buku, keenam orang melek huruf namun bukan pembaca tetap, ketujuh orang melek huruf sebagai pembaca buku yang tetap".

Dari ketujuh tingkat "melek huruf" ini tingkat pertama sampai keempat sangat rawan untuk menjadi "buta huruf" lagi bila tidak tersedia bahan bacaan yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Artinya pemerintah dan stakeholder dalam masyarakat berperan untuk mempertahankan tingkat "melek huruf" di lingkungan sosialnya. 

Sedang kelompok kelima sudah mandiri dapat mempertahankan "melek huruf" dengan sesekali berkunjung ke perpustakaan dan taman bacaan. Sedang kelompok 6 dan 7 orang masih belajar (pembelajar) "haus" bacaan yang dapat memenuhi kebutuhan intelektual, spiritual, kepribadian, dan akhlaknya, sehingga familiar dengan taman bacaan, perpustakaan, toko buku, dan pameran buku. 

Walaupun sudah ada bacaan digital, tetapi membaca buku cetak tetap mempunyai kelebihan tersendiri, dengan sensasi aroma dan suara kertas yang khas.

Berkaitan dengan membaca ini,  pemerintah sudah mengadakan berbagai gerakan nasional, seperti Perpustakaan Nasional RI dengan:"Gerakan Nasional Gemar Membaca", "Gerakan Indonesia Membaca" (Kemendikbud), "Gerakan Literasi Nasional". Siswa sekolah wajib membaca selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. 

Gerakan literasi secara nasional diharapkan dapat meningkatkan kebiasaan membaca masyarakat Indonesia. Budaya tutur memang lebih dominan dibanding membaca, dan maraknya gadget dengan media sosialnya, dapat berpengaruh dengan persoalan literasi. 

Diakui gadget dapat mempercepat informasi secara masif, asal tetap bijak untuk memilih dan memilah informasi yang memberi manfaat. Bukan informasi "hoaks" yang berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan dalam bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.

Ditengah maraknya informasi melalui gadget, ada gerakan membaca buku kesehatan ibu dan anak (KIA) di daerah Purwokerto Timur. Seorang Atik Novita Hidayah, sebagai bidan sekaligus Kepala Puskesmas telah membuat inovasi agar para ibu-ibu membaca buku KIA. Tujuannya sangat luar biasa untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI), kematian bayi, gizi buruk, "stunting". 

Dalam buku KIA yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI dan Japan International Coorperation Agency (JICA), 1997 ini berisi catatan kesehatan ibu (hamil, bersalin dan nifas), dan anak (bayi baru lahir sampai anak usia 6 tahun), serta informasi cara merawat, pemberian gizi seimbang untuk kesehatan ibu dan anak.

Buku KIA setebal 100 halaman ini diberikan kepada setiap ibu hamil mendapat 1 (satu) buku, yang dapat diperoleh di Posyandu, Polindes/Poskesdes, Puskesmas Pembantu, Puskesmas, Bidan Praktik, Dokter Praktik, Rumah Bersalin dan Rumah Sakit. Intinya buku ini menjadi pedoman bagi seorang ibu yang sedang hamil, dengan membaca dan mengerti isinya (sangat jelas dilengkapi dengan gambar berwarna dan keterangan), sebagai upaya preventif menjaga kesehatan ibu dan anak. 

Membaca buku saja tidak cukup karena suami dan keluarga ibu hamil harus terlibat langsung dalam upaya menjaga kesehatan ibu dan anak. Suami dan keluaga "siaga" menjadi kekuatan moral tersendiri bagi ibu hamil untuk menyiapkan persalinan, perawatan, pengasuhan, dan pendidikan generasi penerus.

Buku ini harus selalu dibawa pada saat berkunjung ke fasilitas kesehatan, dan tidak perlu malu untuk bertanya kepada dokter, bidan, perawat, petugas kesehatan, kader kesehatan, saat berkunjung ke Posyandu, kelas ibu hamil, kelas ibu balita, ke pos PAUD, BKB. Oleh karena itu para ibu hamil perlu k merawat agar buku KIA tidak rusak dan hilang. 

Menjadi kewajiban tenaga kesehatan untuk menjelaskan isi buku KIA kepada ibu, suami dan keluarga untuk menerapkannya. Intinya buku KIA ini sebagai buku "pintar", rujukan bagi ibu hamil termasuk suami "siaga" dan keluarganya. Harapan lainnya kehidupan sehat sejahtera untuk semua usia sesuai Sustainable Development Goals (SDGs), sebagai kelanjutan Millennium Development Goals (MDGs). 

Gerakan membaca buku KIA ini sebagai usaha yang perlu didukung secara luas dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, mengingat persoalan kesehatan ibu dan anak bukan hanya persoalan perempuan tetapi suami, keluarga, dan lingkungan sosialnya.

Yogyakarta, 24 Januari 2019 Pukul 20.21

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun