Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menagih Hutang dari Teman, Bagaimana Caranya?

1 November 2018   11:31 Diperbarui: 2 November 2018   06:56 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca tulisan di Kompasiana berjudul:"Plus Minus Meminjam uang di teman Sendiri", oleh Pical Gadi,  jadi teringat wajah "memelas" orang-orang yang membutuhkan uang, sehingga "terpaksa" meminjam. Sejatinya setiap orang sudah mendapat rejeki sesuai dengan ketentuan Alloh SWT, yang tidak mungkin tertukar antara yang satu dengan yang lain. 

Bukan berarti tidak perlu bekerja, rejeki akan datang sendiri, seperti mengharap "durian runtuh", tetapi rejeki harus dijemput dengan usaha-usaha yang baik dan benar.

Ibaratnya walau dikejar sampai ujung dunia sekalipun, dan sudah di depan pintu rumah pun kalau bukan dan belum rejeki, pasti tidak akan dapat menikmati. Sebaliknya kalau memang sudah hak kita, ada saja "jalan" rejeki yang terbuka. 

Tidak percaya, coba ingat pernahkah tiba-tiba mendapat "email", WA, yang memberitahukan anda diterima menjadi CPNS, untuk mengambil honor mengajar, menang dalam lomba, atau mendapat hadiah dari bank ?. Tidak ada sesuatu yang "kebetulan", tetapi semua itu sudah ketentuan.

Persoalan utama, orang tidak sabar untuk cepat mendapatkan rejeki seperti yang sudah didapatkan orang lain. Akibatnya "merasa' kurang terus dan tidak mensyukuri apa yang sudah dimiliki. Dalam kondisi demikian timbullah niat untuk mencari pinjaman, kalau PNS dapat "menggadaikan/menyekolahkan" Surat Keputusan (SK) sebagai PNS. 

Sedang orang yang tidak mempunyai SK, dapat "menyekolahkan" BPKB, Ijazah, bahkan sertifikat tanah sebagai agunan/jaminan. Bagaimana kalau tidak mempunyai agunan yang berharga, untuk dilelang ketika kreditnya macet.  

Hal ini mengingat orang itu cenderung lebih senang dan bersemangat mengajukan hutang, tetapi saat jatuh tempo, tiba-tiba "gairah" untuk membayar hutang itu hilang. 

Untuk menghindari birokrasi, keribetan ini,  maka hutang kepada teman, saudara, tetangga, relasi, menjadi pilihan yang paling ringan, tanpa agunan/barang jaminan, bayarnya dapat molor dan tidak ada sanksi bunga ataupun denda.

Namun untuk meminjam kepada temanpun harus tepat sasaran, yang mudah merasa iba, mempunyai jiwa sosial, dan semangat menolong kesusahan orang lain, serta tidak pernah berkata "tidak". Apalagi ketika mengajukan hutang dengan bersandiwara, tidak jujur, dan pemain watak dengan memakai "topeng" kesedihan mendalam. 

Untuk dipahami bahwa pribadi "pengutang" itu ada yang benar-benar jujur menceriterakan kondisinya yang sangat membutuhkan uang. Namun  banyak yang tidak jujur dengan dirinya sendiri, sehingga "mengarang" cerita agar mendapatkan pinjaman uang. 

Orang yang terbiasa tidak jujur ini suatu saat dapat merugikan dirinya sendiri, sehingga tidak ada lagi orang yang percaya bualan ceritanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun