Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perpustakaan di Era Disrupsi 4.0

19 September 2018   23:02 Diperbarui: 19 September 2018   23:43 2968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah disruption pertama kali dipopulerkan oleh Clayton Christensen dengan teori "Disruptive Innovation" (1990) dan Michael Porter dalam teori "Competitive Strategy" (1980), keduanya profesor Harvard Business School. 

Intinya dunia bisnis penuh dengan aura persaingan sangat ketat. Namun 2005 W Chan Kim dan Renee Mauborgne profesor dari INSEAD (European Institute of Administration) dalam bukunya "Blue Ocean Shift", sukses besar tanpa melakukan "disruptive innovation", tetapi "beyond-disruption".

Diakui pada era disrupsi 4.0 di perpustakaan telah, akan dan terus terjadi perubahan yang signifikan, seperti gedung, ruangan, koleksi, sarana prasarana, fasilitas, manajeman, pelayanan berbasis TIK yang prima, SDM kompeten. 

Semuanya itu untuk memberikan pelayanan yang berorientasi pada kebutuhan pemustaka, bukan kebutuhan pustakawan. Perpustakaan tetap ada lebih eksis dengan  wajah yang berbeda, suasana seperti mall, ramai (walau masih ada tempat khusus senyap/silent, lampu terang, udara sejuk, bersih, colokan hp, laptop, fasilitas lengkap (canggih dan modern), pelayanan ramah menyenangkan seperti di hotel bintang 5. 

Buka 24 jam, sehingga dapat memberikan kepuasan bagi para pemustaka yang berkunjung ke perpustakaan untuk mencari informasi ataupun sekedar diskusi dan bertemu dengan para kolega.  

Semuanya ini yang mejadi motor penggeraknya adalah pustakawan yang inovatif, kreatif, lincah, profesional dalam mengelola dan memberi pelayanan kepada pemustaka. Percayalah kalau pustakawannya aktif, kreatif bekerja dengan landasan ibadah dan hati nurani, ikhlas tanpa mengharapkan imbalan nilai rupiah. 

Mengingat pustakawan sudah mendapat gaji, tunjangan pustakawan, tukin semua itu akan berdampak pada "pengakuan" dan "kepercayaan" dari pimpinan, dan pemustaka. lingkungan kerja. 

Perjuangan itu masih panjang, jangan pernah patah semangat para pustakawan di seluruh Indonesia. Hadapi tantangan era disrupsi 4.0 di perpustakaan dengan ilmu yang dimiliki dan membaca pengetahuan, sehingga dapat cepat menyesuaikan perubahan dan loncatan yang semakin tidak terprediksi.

Yogyakarta, 19 September 2018 Pukul 22.53

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun