Istilah disruption pertama kali dipopulerkan oleh Clayton Christensen dengan teori "Disruptive Innovation" (1990) dan Michael Porter dalam teori "Competitive Strategy" (1980), keduanya profesor Harvard Business School.Â
Intinya dunia bisnis penuh dengan aura persaingan sangat ketat. Namun 2005 W Chan Kim dan Renee Mauborgne profesor dari INSEAD (European Institute of Administration) dalam bukunya "Blue Ocean Shift", sukses besar tanpa melakukan "disruptive innovation", tetapi "beyond-disruption".
Diakui pada era disrupsi 4.0 di perpustakaan telah, akan dan terus terjadi perubahan yang signifikan, seperti gedung, ruangan, koleksi, sarana prasarana, fasilitas, manajeman, pelayanan berbasis TIK yang prima, SDM kompeten.Â
Semuanya itu untuk memberikan pelayanan yang berorientasi pada kebutuhan pemustaka, bukan kebutuhan pustakawan. Perpustakaan tetap ada lebih eksis dengan  wajah yang berbeda, suasana seperti mall, ramai (walau masih ada tempat khusus senyap/silent, lampu terang, udara sejuk, bersih, colokan hp, laptop, fasilitas lengkap (canggih dan modern), pelayanan ramah menyenangkan seperti di hotel bintang 5.Â
Buka 24 jam, sehingga dapat memberikan kepuasan bagi para pemustaka yang berkunjung ke perpustakaan untuk mencari informasi ataupun sekedar diskusi dan bertemu dengan para kolega. Â
Semuanya ini yang mejadi motor penggeraknya adalah pustakawan yang inovatif, kreatif, lincah, profesional dalam mengelola dan memberi pelayanan kepada pemustaka. Percayalah kalau pustakawannya aktif, kreatif bekerja dengan landasan ibadah dan hati nurani, ikhlas tanpa mengharapkan imbalan nilai rupiah.Â
Mengingat pustakawan sudah mendapat gaji, tunjangan pustakawan, tukin semua itu akan berdampak pada "pengakuan" dan "kepercayaan" dari pimpinan, dan pemustaka. lingkungan kerja.Â
Perjuangan itu masih panjang, jangan pernah patah semangat para pustakawan di seluruh Indonesia. Hadapi tantangan era disrupsi 4.0 di perpustakaan dengan ilmu yang dimiliki dan membaca pengetahuan, sehingga dapat cepat menyesuaikan perubahan dan loncatan yang semakin tidak terprediksi.
Yogyakarta, 19 September 2018 Pukul 22.53
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H