Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sengkarut Buku, Perpustakaan dan Pustakawan di Indonesia

17 Mei 2018   23:34 Diperbarui: 18 Mei 2018   05:26 2705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap jenis perpustakaan mempunyai persoalan sendiri, namun pastinya dengan era digital ini perpustakaan semakin di tuntut untuk melakukan perubahan dengan cepat, tepat, dan sesuai dengan selera pemustaka generasi Y, Z, dan Alpha.

Bila tidak dapat menyesuaikan untuk melakukan perubahan, maka pemustaka yang kebanyakan masih belum "perpustakaan minded", akan semakin menjauh meninggalkan perpustakaan. Artinya perpustakaan sebagai sistem pengelolaan pengetahuan dan pemikiran umat manusia dengan fungsi utama melestarikan hasil budaya akan mengalami hambatan yang serius. Kondisi ni dapat berimbas pada kegemaran budaya membaca dan belajar sepanjang hayat bagi masyarakat Indonesia mengalami stagnasi.

Hal ini sudah terbukti, menurut hasil kajian Most Littered Nation in the World 2016, minat baca di Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara. Bukti lain, hasil penelitian Perpustakaan Nasional RI tahun 2017, menunjukkan frekwensi membaca orang Indonesia rata-rata 3 - 4 kali per minggu dengan lama waktu membaca per hari rata-rata hanya 30 - 59 menit dan buku yang ditamatkan per tahun rata-rata hanya 5 - 9 buku (Sudaryanto, KR/17/5/2017).

Sengkarut pustakawan sudah sering penulis sampaikan dalam forum ini, bukan saja persoalan kompetensi pustakawan, "penggangguran" lulusan sarjana ilmu perpustakaan yang terus bertambah karena jumlah lulusan dan serapan lowongan pustakawan sangat minim bahkan nihil. Disisi lain ada pustakawan "kutu loncat" (lulusan non ilmu perpustakaan) yang dapat masuk menjadi pustakawan dengan diklat kepustakawanan selama 3 (tiga) bulan dapat diangkat menjadi pustakawan, khususnya di lingkungan PNS.

Masalah ini sudah lama menjadi perdebatan antara perguruan tinggi yang mempunyai program studi ilmu perpustakaan dengan penyelenggara diklat, namun tanpa solusi, dan diklat tetap berjalan.

Alasan utama karena tidak ada formasi jabatan untuk membuka lowongan pustakawan, sementara pustakawan berkurang karena pensiun, akibatnya pelayanan perpustakaan terganggu.

Solusi terpendek mengangkat pustakawan yang sudah PNS dari non ilmu perpustakaan dengan diklat. Masalah muncul, ketika menghadapi pemustaka dengan aneka karakter, "jiwa pustakawan" nya tetap berbeda dalam memberi pelayanan. Ini fakta, dan nyata dirasakan oleh pemustaka/pengguna perpuatakaan.

Yogyakarta, 17 Mei 2018 pukul 23.20

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun