Setiap jenis perpustakaan mempunyai persoalan sendiri, namun pastinya dengan era digital ini perpustakaan semakin di tuntut untuk melakukan perubahan dengan cepat, tepat, dan sesuai dengan selera pemustaka generasi Y, Z, dan Alpha.
Bila tidak dapat menyesuaikan untuk melakukan perubahan, maka pemustaka yang kebanyakan masih belum "perpustakaan minded", akan semakin menjauh meninggalkan perpustakaan. Artinya perpustakaan sebagai sistem pengelolaan pengetahuan dan pemikiran umat manusia dengan fungsi utama melestarikan hasil budaya akan mengalami hambatan yang serius. Kondisi ni dapat berimbas pada kegemaran budaya membaca dan belajar sepanjang hayat bagi masyarakat Indonesia mengalami stagnasi.
Hal ini sudah terbukti, menurut hasil kajian Most Littered Nation in the World 2016, minat baca di Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara. Bukti lain, hasil penelitian Perpustakaan Nasional RI tahun 2017, menunjukkan frekwensi membaca orang Indonesia rata-rata 3 - 4 kali per minggu dengan lama waktu membaca per hari rata-rata hanya 30 - 59 menit dan buku yang ditamatkan per tahun rata-rata hanya 5 - 9 buku (Sudaryanto, KR/17/5/2017).
Sengkarut pustakawan sudah sering penulis sampaikan dalam forum ini, bukan saja persoalan kompetensi pustakawan, "penggangguran" lulusan sarjana ilmu perpustakaan yang terus bertambah karena jumlah lulusan dan serapan lowongan pustakawan sangat minim bahkan nihil. Disisi lain ada pustakawan "kutu loncat" (lulusan non ilmu perpustakaan) yang dapat masuk menjadi pustakawan dengan diklat kepustakawanan selama 3 (tiga) bulan dapat diangkat menjadi pustakawan, khususnya di lingkungan PNS.
Masalah ini sudah lama menjadi perdebatan antara perguruan tinggi yang mempunyai program studi ilmu perpustakaan dengan penyelenggara diklat, namun tanpa solusi, dan diklat tetap berjalan.
Alasan utama karena tidak ada formasi jabatan untuk membuka lowongan pustakawan, sementara pustakawan berkurang karena pensiun, akibatnya pelayanan perpustakaan terganggu.
Solusi terpendek mengangkat pustakawan yang sudah PNS dari non ilmu perpustakaan dengan diklat. Masalah muncul, ketika menghadapi pemustaka dengan aneka karakter, "jiwa pustakawan" nya tetap berbeda dalam memberi pelayanan. Ini fakta, dan nyata dirasakan oleh pemustaka/pengguna perpuatakaan.
Yogyakarta, 17 Mei 2018 pukul 23.20
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H