Kemudahan menggesek dapat “membius” orang untuk memilikinya, sekedar memenuhi keinginan bukan kebutuhan. Pikirnya, dengan mempunyai kartu kredit yang memenuhi dompet pengakuan lingkungan dan harga dirinya naik. Sejatinya ini adalah pikiran sesat, mengikuti hawa nafsu, karena bila lepas kontrol dapat merugikan dan menimbulkan petaka pada diri dan keluarganya.
Memiliki kartu kredit adalah pilihan, yang sudah dipikirkan untung ruginya, bukan hanya menikmati untungnya, tanpa memikirkan akibat yang ditimbulkan. Bukan sekedar untuk prestige dan disebut modern, karena syarat memiliki kartu kredit ada seleksi ketat.
Pastinya kontrol diri, mampu mengelola diri dalam menggunakan kartu kredit menjadi kunci utama agar dapat terhindar dari “teror” telepon melalui handphone, telepon rumah dan kantor. Tidak etis juga bila teror telepon itu dibebankan teman kantor yang harus menjawab panggilan telepon di kantor, karena pemilik kartu kredit, dengan sengaja mematikan dan tidak mengangkat panggilan di HPnya.
Yogyakarta, 4 Mei 2018 pukul 18.46
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H