Pagi itu saya dapat pesan pribadi dari salah seorang kerabat, isinya mengabarkan berita bahagia.
"Mah, Pak Man mantu, tarikan, tapi gak atur-atur. Pagi iki ijab qabulnya." Â
Berita Pak Man menikahkan putrinya, tetapi tidak undang-undang tersebar dari mulut ke mulut. Meski tidak menyebar undangan, jika ada yang datang (buwuh) diterima. Itu artinya warga bebas mau hadir memberi doa restu atau tidak.Â
Namun, jika tumpangan atau warga pernah terima buwuh dari Pak Man, harus balik buwuh.Â
Tradisi Atur-Atur
Tradisi di dusun jika ada warga yang hajatan, sebelumnya ada atur-atur (undangan). Undangan disampaikan oleh utusan pemangku hajat secara lisan dari pintu ke pintu.
Utusan datang ke setiap rumah mengabarkan niat pemangku hajat. Dulu utusan tidak harus ketuk pintu dan bertatap muka. Dia teriak-teriak di teras memanggil si punya rumah.
Saya masih ingat kata-kata tukang atur-atur (utusan) saat mengundang. Â
"Mas Gus, Mbah Djoyo," teriak tukang atur-atur.
"Nggih," jawab orang dari dalam rumah.
Sebelum kita membuka pintu, Tukang atur-atur sudah teriak menyampaikan maksud kedatangannya.
"Sesuk dina Senen tanggal wolu Jagongan ing omahe Pak Ji." (Contoh)