Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani N dideso

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Nguri-Uri Tradisi Lewat Lomba Kentongan

10 September 2024   16:29 Diperbarui: 11 September 2024   10:18 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perwakilan RT 20 pada acara lomba tektur/kentongan. Foto dokumen Yuli Wantono

Perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) telah berlalu, tetapi beragam kemeriahan masih terasa, seperti dalam nguri-uri tradisi. Salah satunya adalah bagaimana warga desa merawat, mewariskan tradisi kentongan kepada generasi muda.

Akhir Agustus sebagai penutup perayaan, panitia HUT RI Dusun Sidorejo, Sidomulyo, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Madiun menyelenggarakan lomba tabuh kentongan. Warga menyebutnya lomba tektur. 

Lomba Kentongan atau Tektur

Kentongan merupakan sebuah alat dari bambu berongga yang menghasilkan bunyi. Pada zaman dulu bunyi kentongan sebagai pembawa pesan bagi masyarakat. 

Misalnya pesan ketika ada orang meninggal, ronda, kerjabakti, pencurian, bencana, tanda waktu salat. Singkatnya kentongan sebagai alat komunikasi masyarakat jarak jauh. 

Bunyi kentongan beragam, berdasarkan beberapa informasi jika kentongan dipukul satu kali berturut-turut terus menerus itu tandanya ada warga yang meninggal dunia.

Jika pukulan 2-2 terus menerus dengan jeda satu ketukan tandanya ada pencurian. Jika kentongan dipukul  3-3 terus menerus dengan satu kali jeda tandanya ada kebakaran. Situasi tenang, petugas ronda tetap siaga siskamling, kentongan dipukul 1 kali selanjutnya 3 kali.

Zaman sekarang kentongan mulai ditinggalkan. Informasi kematian disampaikan melalui pengeras masjid. Infomasi lain melalui grup WhatsApp. Mengumpulkan warga untuk kerjabakti selain lewat grup juga bunyi dari pukulan tiang listrik. 

Untuk nguri-uri alat informasi ini, dusun kami mengadakan lomba pukul kentongan. Acara ini diadakan satu tahun sekali ketika HUT RI. Kegiatan ini disebut lomba tektur.

Tidak ada kejelasan mengapa lomba pukul kentongan disebut tektur. Ada kemungkinan karena bunyi yang dihasilkan suaranya tek, tek tur. Nama kentongan sendiri di Jawa disebut therthekan.

Setiap RT harus mengutus perwakilannya untuk tampil. Biasanya dari ibu-ibu 3 orang, bapak-bapak 3 orang. Pemain dari dulu selalu sama didominasi kaum sepuh. Namun berbeda dengan tahun sekarang, selain warga senior, remaja pun berperan aktif. Mereka mengikuti memainkan alat dari bambu itu dengan baik. 

Sementara kentongan dibuat oleh warga laki-laki dari bambu yang diberi rongga. Hasil bunyi tergantung dari kualitas bambu, lubang rongga dan keterampilan pemainnya.

Tidak mudah memukul kentongan secara berjamaah sambil jalan kaki keliling dusun. Bunyi yang dikeluarkan satu dengan yang lainnya harus selaras. Langkah pun harus sama dengan teman sebelahnya. Jangan terlalu cepat atau lambat.

Melalui latihan para remaja akhirnya bisa memainkan kentongan dengan maksimal. Buktinya para juara dimenangkan kaum remaja. 

Tiga remaja juara 1 lomba tektur di Dusun Sidorejo, Sidomulyo, Sawahan, Madiun. Foto dokpri
Tiga remaja juara 1 lomba tektur di Dusun Sidorejo, Sidomulyo, Sawahan, Madiun. Foto dokpri

Sejarah Kentongan

Keberadaan kentongan tak lepas dari sejarahnya. Merangkum dari berbagai sumber, kentongan ditemukan oleh seorang pengembara dari China bernama Cheng Ho. 

Pada tahun 1405-1433 Cheng Ho mengembara ke Korea, Jepang dengan misi keagamaan. Kentongan tersebut digunakannya sebagai alat komunikasi ritual keagamaan. 

Sementara di Indonesia, kentongan ditemukan sekitar abad XIX ketika Raja Anak Agung Gede Ngurah berkuasa di Nusa Tenggara Barat.
Di Yogyakarta kentongan ditemukan pada masa kerajaan Majapahit. Kedua kerajaan tersebut menggunakan kentongan untuk mengumpulkan warga.

Seiring perkembangan zaman, beberapa wilayah menggunakan kentongan untuk berbagai kegiatan. Bahkan kegiatan tabuh kentongan dijadikan tradisi. Misalnya, kentongan untum membangunkan warga sahur, memberi tahu warga waktu salat.

Peserta lomba tabuh kentongan dari RT. 18. Foto dokumen Vivin 
Peserta lomba tabuh kentongan dari RT. 18. Foto dokumen Vivin 

Seperti dijelaskan sebelumnya  di kampung saya, tabuh kentongan dijadikan tradisi lomba tektur. Menjelang Agustus, tiap malam banyak warga latihan tabuh kentongan. 

Mendengar itu, suasana kampung menjadi ramai. Saat lomba, kita seperti dibawa ke masa lalu. 

Untuk lebih mengenal kentongan, mari kita simak melalui kanal YouTube SriNizar Sister (Sri, Heni, Nazar, Siska, Ester).


Terima kasih telah singgah. Salam

Bahan bacaan

www.detik.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun