Jika berhemat kita lebih mementingkan kebutuhan, sedangkan pelit cenderung perilaku yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Â Â
Berikut cara kami hidup hemat ala saya:
1. Â Memiliki tujuan bersama
Setelah rumah tangga antara suami istri harus memiliki impian, tujuan yang sama, agar saling mendukung mengejar tujuan tersebut.
Seperti telah disebutkan di atas, pada tahun 2003 status suami pekerja kontrak. Setiap 3 tahun diperpanjang. Ketika jelang 3 tahun, kami selalu was-was apakah diperpanjang atau tidak. Itu sebabnya dia sangat ingin memiliki toko dan menambah lahan pertaniannya. Saat itu kami memilki 3 petak lahan.Â
Dengan memiliki impian tersebut kami hidup hemat dan berusaha menyisihkan sebagian gaji. Hasil panen setiap tiga bulan sekali ditabung. Jika sewaktu-waktu ada orang menjual sawahnya, uang itu sudah ada.Â
 2.  Menunda belanja yang tidak penting
Awal menikah tentunya ingin memilki barang yang serba baru, seperti tempat tidur, kursi, mesin cuci, lemari pakaian dan lain sebagainya.
Saya menunda membeli perlengkapan rumah. Jika masih bisa tidur di atas kasur tanpa amben kenapa tidak? Perlengkapan dapur pun masih bareng-bareng dengan mertua. Keinginan membeli panci stainless, mesin cuci, lemari es ala-ala ibu muda dihapusnya.
Untuk berhemat juga, saya memasak menggunakan kompor minyak dan kayu bakar. Tentunya tidak sendiri. Jika pagi mertua menyalakan tungku kayu bakar untuk memasak nasi dan air. Saya memasak lauk dengan kompor minyak. Sesekali saya meniup, ngipasi kayu yang apinya mau mati.
3. Â Hindari utang dan men
Banyak orang mengatakan, moal boga lamun teu utang atau jika tidak berutang tidak punya apa-apa.Â
Orang tua saya seorang guru PNS. Saya menyaksikan bagaimana bapak terjebak utang ke bank, koperasi. Saya juga selama 5 tahun membantu mengurus gaji guru di kantor. Banyak di antara mereka setiap bulannya hanya menerima Rp250 ribu, Rp500 ribu, bahkan ada yang Rp25 ribu. Untuk menutupi kebutuhan satu bulan ke depan bapak saya utang lagi, istilahnya gali lubang tutup lubang.Â