"Ibu-ibu saat arisan bawa ponsel!" Begitulah pesan singkat dari ketua Rt.20 di grup WhatsApp beberapa bulan lalu.
Warga yang didominasi emak-emak sudah berkumpul di rumah Bu Rt. ketika saya datang, juga dua petugas dari kantor desa yakni kepala dusun Sidorejo dan karyawan desa.
Setelah sambutan dari kepala dusun, saya baru paham, maksud warga disuruh membawa ponsel, yakni untuk membuat kartu tanda penduduk digital atau Identitas Kependudukan Digital (IKD).Â
Identitas Kependudukan Digital (IKD)
Mengutip dari Kompas, pada tahun 2023, pemerintah menargetkan sekitar 50 juta warga Indonesia memiliki identitas Kependudukan Digital (IKD). Aplikasi IKD atau KTP digital menyimpan data kependudukan warga di dalam ponsel, seperti Kartu Keluarga, KTP, Akta Kelahiran.
Selian itu ada juga menu lainnya, seperti Kartu Ketenaga Kerjaan, Kartu ASN, Kartu Vaksin dan masih banyak lagi.
Untuk saat ini tidak semua warga diwajibkan membuat IKD. Namun, ke depannya masyarakat harus mengganti e-KTP dengan KTP digital, karena layanan pemerintah akan beralih serba digital.Â
Dengan aplikasi IKD, warga bisa mengurus kependudukannya tanpa harus antri di Dukcapil. Misalnya mengajukan pengurusan pindah, pecah kartu keluarga, kematian salah satu keluarga dan lain sebagainya.Â
IKD bisa diakses kapan saja dan di mana saja asal memiliki ponsel dan data internet. Pun mengantisipasi data fisik rusak atau hilang.
IKD dan Petani Gagap Teknologi
Cara unduh IKD mudah bagi gen Z atau kaum milenial. Akan tetapi bagi warga era 60-an cukup memusingkan. Itu sebabnya aktivasi IKD di Kabupaten Madiun berdasarkan beberapa sumber tidak mencapai target. Sampai akhir tahun 2023 hanya 5% yang melakukan aktivasi IKD. Pemerintah rela jemput bola dengan cara datang pada acara arisan warga.Â