Aku menatap punggung Bapak yang dibawa oleh sepeda kumbangnya hingga tak terlihat lagi.
Aku mengalihkan pandangan ke jam tangan yang dibeli Bapak dari hasil jual padi.Â
Merek Casio JC-10, dari desainnya memang cocok untuk orang sepertiku yang sering lari. Kata Bapak jam tangan ini pilihan penjaga tokonya. Bapak hanya bilang anaknya cowok, suka olahraga. Harganya berapa, Bapak tak mau menjawab. Katanya murah, tenang wae.
Aku tahu ini harganya mahal, tidak seperti biasanya Bapak memberi kado semahal ini. Biasanya kami hanya makan nasi kuning buatan Emak di dapur. Sebelumnya Bapak berdoa memohon keberkahan atas anaknya.Â
Aku pun kembali ke kelas, tentunya dengan menyembunyikan bungkusan itu di balik saku celana.
Suryo yang memberitahu kalau ada Bapak di ruang guru mencolek lenganku.
"Pakmu kasih apa, Yok?" tanyanya.
Aku tersenyum, tak berani memberi tahu jam tangan dari Bapak, karena guru pelajaran Bahasa Indonesia telah berada di kursinya.
***
Beberapa pelajaran telah selesai. Pukul 12.00 tepat bel istirahat kembali berbunyi. Banyak siswa yang menuju ke kantin, tetapi aku lebih memilih salat dzuhur, karena perjalanan pulang ke rumah sekitar 45 menit bersepeda.
Ketika memakai kembali sepatu selepas salat, tiba-tiba seseorang memegang lengan.