Pemanenan padi secara manual sering disebut gebyok. Gebyok ini menggunakan alat tradisional seperti sabit, ani-ani, papan gebyok, erek.Â
Ani-ani dan sabit biasa digunakan untuk memotong batang padi. Setelah dikumpulkan, batang padi digenggam dan dipukul-pukul ke alat perontok atau papan gebyok.Â
Bisa juga dengan mesin erek sebagai pengganti papan gebyok. Erek ini menggunakan teknologi sederhana. Batang padi digenggam secukupnya dan diletakkan di mesin perontok. Pekerja menggayuh otelan yang ada pada kanan dan kiri bawah alat perontok agar bulir padi terpisah dari batangnya.
Erek perlahan menggunakan mesin kecil. Pekerja tidak lagi gebyok atau menggayuh mesin. Mereka cukup menyalakan mesin dan menempelkan batang padi pada bagian alat perontok.
Pekerja menggunakan alat ini berpasangan agar cepat. Jika suami istri, biasanya, suami menuai, istri yang gebyok atau dilakukan bersamaan.
Setelah melalui proses penimbangan, pekerja akan mendapat 1/8 dari hasil. Misalnya dari satu petak pekerja dapat merontokkan tanaman padi 12 kuintal, berarti, dia membawa gabah 1/8 dari 12 kuintal yaitu 1,5 kuintal.
2. Pemanenan manual dan perontokan mekanis
Setelah lahir mesin perontok atau portable threshere, petani mulai meninggalkan perontok tradisional. Pekerja di desa yang biasa gebyok pun mulai berkurang.
Mesin perontok, bekerja lebih cepat, untuk itu memerlukan tenaga menuai lebih banyak. Para pekerja yang jumlahnya antara 15-25 orang akan memotong batang padi dan mengangkutnya ke pinggir sawah untuk dimasukkan ke mesin perontok. Dari mesin ini, bulir gabah secara otomatis akan masuk ke dalam karung.
Biaya pemanenan dengan mesin perontok dihitung per petak. Dulu umumnya Rp600.000 borong, tetapi tetap memberi makanan dan kopi.