Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Fakta Unik Tradisi Tonjokan di Madiun Jelang Pernikahan

7 September 2023   13:21 Diperbarui: 7 September 2023   13:28 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menata rantang untuk tonjokan. Foto dari IDN Times

Ketika masuk dapur lepas dari kebun, terdengar suara suami memanggil, "Mah, ada Pak Di, bawa wewehan, salini se!"

Saya pun menuju ruang samping di mana suami dan Pak Di berada. "Lha enten acara nopo, Pak, ko beto weweh?"

"Kulo diutus Pak Ji, bade mantu minggu ngajeng," jawab Pak Di ketika saya tanya.

"Oh tonjokan, Pak," lanjut saya. Setelah ngobrol seputar Pak Ji, saya membawa tas besar ke dapur untuk diganti tempat. Tas tersebut berisi rantang susun yang dalamnya aneka masakan, nasi satu sangku dan ayam panggang satu ekor. Tas tersebut saya kembalikan ke Pak Di, tak lupa diisi beberapa kilogram gula pasir.

Pak Di dan Pak Ji, begitu kami memanggilnya, mereka adalah pekerja di sawah yang bermukim di desa perbatasan Kabupaten Ngawi dan Madiun.

Dari percakapan di atas ada dua tradisi  yang masih lestari hingga saat ini yakni weweh dan tonjokan. 

Fakta Unik dari Tonjokan

Masyarakat Jawa kaya akan tradisi, di mana tradisi ini warisan budaya leluhur yang entah kapan digunakan masyarakat. 

Dalam tradisi tersebut ada symbol untuk menyampaikan pesan secara halus dan sopan. Misalnya tradisi weweh dan tonjokan yang sering dilakukan ketika ada maksud.

Sebelum mengungkap fakta unik dari tonjokan, saya mengingatkan tentang tradisi weweh di desa. Kata weweh sering dibawa dalam percakapan sehari-hari jika ada kiriman nasi dari orang lain.

Weweh 

Kata weweh menurut beberapa kalangan berasal dari bahasa Jawa yang artinya wewehono artinya memberi. Di beberapa daerah tradisi weweh biasa dilakukan ketika jelang lebaran, bulan Muharam, ada juga ketika Maulud Nabi.

Ketika jelang lebaran, anak-anak akan disuruh orangtuanya datang ke rumah sanak saudara dengan membawa rantang lengkap, mulai nasi hingga lauknya. Anak yang membawa wewehan akan mendapat uang dari kerabat tersebut. 

Dari kebiasaan ini, setiap ada kiriman nasi rantang dari orang lain sering disebut weweh, seperti kata suami di awal pembicaraan. "Mah, ada Pak Di, bawa wewehan, salini se!"

Contoh isi rantang untuk tonjokan. Foto dokpri 
Contoh isi rantang untuk tonjokan. Foto dokpri 

Tonjokan

Tradisi tonjokan adalah salah satu kebudayaan di Kabupaten Madiun, khususnya di desa. Tradisi ini mengundang seseorang dalam acara upacara pernikahan.

Ada yang unik dari tradisi tonjokan, yakni:

1. Ketika akan melaksanakan pernikahan atau hajat khitanan, biasanya mengundang orang lain, kerabat, sahabat dengan menggunakan surat undangan. 

Berbeda dengan tonjokan. Tonjokan adalah mengundang seseorang dalam acara pernikahan dengan menggunakan nasi rantang lengkap lauknya. Seperti yang dilakukan Pak Ji yang hendak menikahkan putranya.

2. Penerima tonjokan

Tidak semua orang menerima tonjokan, hanya orang tertentu saja. Akan tetapi untuk satu Rt itu wajib diberi tonjokan. Bisa dikatakan harus diwewehi. 

Tonjokan selanjutnya diberikan kepada kerabat, kepala desa, perangkat dusun dan teman, orang lain yang dianggap penting.

3. Isi tonjokan 

Isi dari rantang setiap penerima berbeda. Pada umumnya adalah nasi, sayur tempe Lombok hijau, mie goreng, tahu 2 iris, ayam bumbu kuning 1/12 potong atau telur 2 buah.

Jika nonjok kepada orangtua atau dituakan, yang membedakan adalah besaran ayamnya. Misalnya Pak Ji yang nonjok kepada kami dengan menggunakan ayam panggang satu ekor, nasi satu bakul besar dan aneka masakan satu rantang.

4. Warga Berkumpul 

Tonjokan biasanya akan dilaksanakan 2-7 hari sebelum acara pernikahan berlangsung. Saat waktunya nonjok, warga terutama kaum ibu-ibu akan rewang (bantu) di dapur. 

Mereka ada yang membawa jagongan (undangan dengan bahan pokok). Jika tidak membawa, jagongan akan dibawa saat hari pernikahan. Intinya bukan sekadar jagong atau rewang. Saat tonjokan, warga bisa berkumpul, bersenda gurau.

*** 

Wasana Kata

Seperti dikatakan sebelumnya, tradisi itu mengandung simbol. Ada pesan yang ingin disampaikan. Begitu pun dengan tonjokan.  

Kegiatan tonjokan ini sebagai bentuk syukur atas rezeki yang diperoleh. Selain itu pada zaman dahulu,orangtua secara tidak langsung mengajarkan untuk dermawan, saling memberi. 

Bagi penerima tonjokan pun harus menghargai undangan tersebut dengan cara menghadiri acara pernikahan.  

Semoga bermanfaat, jika ada salahnya silakan diingatkan. 

http://repository.ub.ac.id/id/eprint/121260/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun