Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berikut Cara Saya Membangun Komunikasi dengan Pekerja Rumah agar Harmonis

4 September 2023   21:21 Diperbarui: 5 September 2023   08:06 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bangun umah tukange wong jobo, mati apa arep dikubur wong adoh, dudu tonggone." 

Artinya kurang lebih begini, "Membangun rumah pekerjanya orang luar, kalau meninggal apa mau dikubur orang jauh, bukan tetangganya." 

Perkataan itu disampaikan seorang teman ketika dia mendengarnya di warung. 

Suami tersenyum saja, karena mereka tidak tahu alasan kami memanggil tukang dari desa lain. Memilih pekerja dari luar desa, bukan karena menyepelekan kemampuan tukang atau ada masalah dengan tetangga. 

Membangun rumah itu tidak sebentar dan hasilnya untuk selamanya, kita harus selektif memilih pekerja. 

Bagi saya keahlian dan komunikasi yang baik lebih utama. Jika pekerja rumah itu ahli, tetapi tidak bisa diajak diskusi atau dia pandai bicara, tetapi pekerjaannya kusruk, suasana setiap harinya akan kemerungsung. Masalah pun nantinya akan muncul, muncul lagi, dan lagi.

Kami merasa nyaman jika membangun rumah memakai jasa tukang langganan, sapaannya Pak No. Dia lulusan STM bangunan, ahli bangun rumah dan gedung. 

Di usia masih muda, kisaran 32 tahun, pengalamannya sudah segudang. Hal ini karena dia mau mencoba hal baru dengan perhitungan tepat. Dia pun mendengarkan keinginan tuan rumah. 

Walaupun memakai jasa tukang dari luar, kami tetap mengikutkan kerabat, sahabat dekat yang mau bekerja. Akan tetapi mereka harus manut dengan aturan tukang inti dalam hal ini Pak No.

Hubungan keluarga kami dengan Pak No sudah terjalin lama. Sejak tahun 1998, mulai dari bangun rumah saudara-saudara suami hingga rumah pribadi dan ruko pribadi.

Tidak mudah mempertahankan hubungan baik sekalipun dengan pekerja. Sebagai makhluk sosial pastinya rentan ada masalah. Namun, entah mengapa dengan Pak No dan anak buahnya, baik-baik saja.

Hal ini karena kami saling menjaga, jangan ada yang tersakiti. Untuk menjaga hal tersebut, pastinya ada trik yang kami lakukan.

Cara membangun komunikasi dengan pekerja agar harmonis. Foto dari shutterstock 
Cara membangun komunikasi dengan pekerja agar harmonis. Foto dari shutterstock 

Berikut cara kami membangun komunikasi dengan pekerja bangunan agar harmonis hingga 25 tahun:

Kita sering berpikir pekerja bangunan itu kasar, jorok, semrawut, tak berpendidikan. Itu salah, tidak semua pekerja bangunan demikian, asal kita pandai memilih pekerja dan memperlakukan mereka tepat.

1. Silaturahmi

Ketika kita akan membangun rumah, datanglah ke kediaman tukang tersebut. Sekarang mungkin ada ponsel, semua bisa lewat telepon. Akan tetapi jika bangun dari awal, sebaiknya datang agar jelas. Ponsel digunakan untuk membuat janji kapan kita akan menemui dia di rumahnya. 

Silaturahmi sebagai tanda kalau kita menghormati dan benar-benar membutuhkan keahliannya untuk membangun rumah. Pun jangan datang dengan tangan kosong, bawa buah tangan. 

Misalnya gula 4 kg, kopi hitam, rokok, teh, kue-kue. Untuk oleh-oleh jenisnya apa saja, tetapi bawa rokok kesukaannya 2 bungkus wajib hukumnya, hehe. 

2. Musyawarah

Setelah mengatakan maksud dan tujuan dan tukang menyanggupi kapan mulai bangun, diskusikan hal-hal pelaksanaan nanti. Kalau sistem kerja, pembayaran dan nominal gaji tukang, asisten (kuli) jangan berdebat. Kita patuh, mau sistem borong, harian, kapan waktunya makan, ngopi, libur, itu semua sudah diperhitungkan oleh tukang inti.

Perlu dimusyawarahkan adalah berapa jumlah tukang pembantu dan asisten tukang (kuli). Juga bahan-bahan bangunan yang harus disiapkan, tentunya setelah kita menyodorkan gambar rumah. Jumlah pekerja dan jumlah bahan bangunan, nantinya akan disesuaikan luas rumah yang akan dibangun. 

3. Lima S (Sopan, santun, sapa, senyum, santai)

Sebagian orang berpikir, pekerja bangunan itu tidak berpendidikan, orang tidak punya alias miskin. Jangan salah, mereka pun sekolah walaupun tamatan STM. Mereka sama seperti tuan rumah yang harus diperlakukan baik. Kita harus sopan, santun dalam bertutur.

Ketika kita datang ke lokasi tanah yang dibangun, usahakan mereka sapa dan senyum. Jika waktunya istirahat, suruh mereka berhenti dengan bahasa yang sopan. Saya sering mendengar suami mengatakan, 

"Leren riyen Pak No, pun siang. Jika ke asistennya yang lebih muda akan menggunakan bahasa sedang, seperti, "Laut, Mas!" (Istirahat, Mas).

Saat berbicara kita pun harus santai, jangan menunjukkan gestur tubuh yang riweuh, rusuh, marah, ingin cepat-cepat. Berbicaralah dengan santai. 

4. Jangan memberi tugas dan menegur langsung asisten tukang (kuli) tanpa sepengetahuan mandor atau tukang. 

Membangun rumah butuh orang banyak. Ketika kita sudah pasrahkan ke mandor atau pekerja inti. Komunikasikan tugas dan kelalaian tukang pembantu, asisten (kuli) kepada mandor dan itu pun sampaikan dengan bahasa yang sopan, tak perlu marah-marah apalagi menghina.

Jika memakai bahasa daerah, jangan pakai bahasa kasar, apalagi maki-maki. 

5. Pekerja rumah jangan tunggu terus-menerus 

Menunggu pekerja dari pagi sampai bubar? Jangan! Itu membuat mereka kikuk, serba salah. Kalau sudah dipercayakan pada mandor atau tukang inti, kita harus percaya.

Sesekali boleh kita datang ke lokasi, misalnya pagi sebelum mulai kerja. Satu atau dua jam nunggu, lalu tinggalkan mereka. Kecuali ada yang harus didiskusikan dengan tukang, silakan lama-lama. 

Biasanya kalau di kampung, saat menyajikan kopi atau makan, kita bisa melihat cara kerja pekerja. 

6. Bonus

Bonus pekerja dari siapa? Yuup ketika masih buka toko bangunan, saya sering diminta pelanggan memberi hadiah pada tukang dan asistennya. Menurut saya tidak elok, karena bukan tanggung jawab toko. 

Toko bangunan hanya memberi bonus kepada pemilik rumah (pelanggan), tidak menanggung para pekerja rumah. Toko bangunan selain memberi bonus pada pelanggan juga memberi kepada tukang inti, jika mendorong tuannya belanja ke toko tersebut.

Ketika bangun rumah, saya memberi hadiah kaos kepada semua pekerja yang jumlahnya 30 orang tukang inti ada tambahan hadiah yang diberikan ke rumahnya sebagai tanda terima kasih. Ingat di awal ada silaturahmi, ketika selesai bangun rumah pun harus ditutup dengan silaturahmi ke rumahnya.

7. Jalin komunikasi 

Bangun rumah telah selesai. Tetap jalin komunikasi dengan pekerja. Misalnya dengan cara hadir jika diundang ke acara nikahan, khitanan anaknya. Terlebih ada berita duka, taziah lah sebagai tanda turut belasungkawa. 

Wasana Kata

Cara di atas bukan saja ditetapkan saat bangun rumah dari nol. Ketika meminta tolong orang lain untuk memperbaiki kerusakan rumah, tetap harus sopan, santun. 

Ketika hubungan terjalin dengan baik, pekerja terasa jadi saudara.

Semoga bermanfaat, terima kasih telah membaca.

Salam, 

Sri Rohmatiah Djalil

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun