3. Lima S (Sopan, santun, sapa, senyum, santai)
Sebagian orang berpikir, pekerja bangunan itu tidak berpendidikan, orang tidak punya alias miskin. Jangan salah, mereka pun sekolah walaupun tamatan STM. Mereka sama seperti tuan rumah yang harus diperlakukan baik. Kita harus sopan, santun dalam bertutur.
Ketika kita datang ke lokasi tanah yang dibangun, usahakan mereka sapa dan senyum. Jika waktunya istirahat, suruh mereka berhenti dengan bahasa yang sopan. Saya sering mendengar suami mengatakan,Â
"Leren riyen Pak No, pun siang. Jika ke asistennya yang lebih muda akan menggunakan bahasa sedang, seperti, "Laut, Mas!" (Istirahat, Mas).
Saat berbicara kita pun harus santai, jangan menunjukkan gestur tubuh yang riweuh, rusuh, marah, ingin cepat-cepat. Berbicaralah dengan santai.Â
4. Jangan memberi tugas dan menegur langsung asisten tukang (kuli) tanpa sepengetahuan mandor atau tukang.Â
Membangun rumah butuh orang banyak. Ketika kita sudah pasrahkan ke mandor atau pekerja inti. Komunikasikan tugas dan kelalaian tukang pembantu, asisten (kuli) kepada mandor dan itu pun sampaikan dengan bahasa yang sopan, tak perlu marah-marah apalagi menghina.
Jika memakai bahasa daerah, jangan pakai bahasa kasar, apalagi maki-maki.Â
5. Pekerja rumah jangan tunggu terus-menerusÂ
Menunggu pekerja dari pagi sampai bubar? Jangan! Itu membuat mereka kikuk, serba salah. Kalau sudah dipercayakan pada mandor atau tukang inti, kita harus percaya.
Sesekali boleh kita datang ke lokasi, misalnya pagi sebelum mulai kerja. Satu atau dua jam nunggu, lalu tinggalkan mereka. Kecuali ada yang harus didiskusikan dengan tukang, silakan lama-lama.Â