Bapak, Ibu era 90-an mungkin masih ingat, ketika puncak acara  HUT RI di kampung atau perumahan sering diadakan panggung hiburan. Warga, mulai dari anak-anak, remaja, ibu-ibu unjuk kebolehannya, mulai dari nyanyi, tari, drama, baca puisi dan lain sebagainya. Panggung itu milik warga setempat.
Saya masih ingat, bapak dulu sering melatih anak-anak untuk tampil di acara Agustusan. Anak-anak ada yang membaca puisi, main drama, sementara ibu-ibu nyanyi kosidah. Lagu andalan adalah "Perdamaian".Â
Kalau tidak salah penggalan liriknya seperti ini, Perdamaian perdamaian
Perdamaian perdamaian
Perdamaian perdamaian
Perdamaian perdamaian
Banyak yang cinta damai
Tapi perang makin ramai
Banyak yang cinta damai
Tapi perang makin ramai
Bingung bingung ku memikirnya
Bagaimana dengan panggung hiburan dalam rangka semarak HUT RI ke-78?
Panggung hiburan saat ini benar-benar menghibur masyarakat. Warga duduk manis menikmati pagelaran seni. Para orang tua jarang mengajak anaknya dengan alasan terlalu malam selesainya atau pagelaran itu tidak cocok untuk anak-anak.Â
Menurut hemat saya, perayaan HUT RI  dengan menanggap campursari atau wayang hanya bisa dinikmati orang tua. Kurang ramah anak dan menurunkan kreativitas mereka. Padahal event ini waktu yang tepat untuk mengeksplor kemampuan anak, remaja bahkan warga setempat.
Penting bagi kita untuk mendorongnya bereksplorasi dalam mengembangkan kemampuan, kepercayaan diri, dan berkolaborasi dengan teman-temannya.
Ada banyak sebab kenapa sekarang anak-anak tidak tampil di acara Agustusan. Salah satunya bisa jadi mereka enggan tampil, kurang sentuhan dari pemerintah atau orang tua.Â
Pada acara semarak HUT RI ke-78 di kampung, ada 3 kelompok yang tampil. Kelompok putra bermain reog, dua anak putri menari. Sebelumnya tampil anak dan remaja dari gereja setempat. Mereka menampilkan drama pendek kemerdekaan, gerak dan lagu daerah, nusantara.