Saya paling suka bersepeda lewat jalan kampung. Selain udaranya segar, bisa juga menguping pembicaraan para petani yang nongkrong di pinggir sawah.
Seperti pagi itu pada musim hujan. “Sing penting iki tak rabuk armina, hasile mboh piye.” Obrolan disambung suara tawa. Setelah menyapa mereka, “Monggo, derek langkung.” saya melanjutkan bersepeda ke arah Dukuh Wadeng.
Dua ratus meter pertama dari pintu masuk dukuh, jalan sangat bagus walaupun aspal lama. 270 meter kedua, jalan menyenangkan karena sesuai dengan informasi yang saya dapatkan kalau jalan itu telah dipaving.
Perjalanan masih panjang sekitar 300 meter lagi untuk masuk Dukuh Wadeng. Namun, tiba-tiba pandangan di depan tidak menyenangkan. Jalan selanjutnya rusak parah.
Apalagi semalam hujan, akibatnya banyak genangan air di mana-mana. Saya pun tidak berani menaiki sepeda.
Bersama pengguna lain, sepeda dituntun dengan sangat hati-hati. Banyak pengendara motor lebih memilih menaikinya. Namun, harus ekstra hati-hati dan siap dengan risiko terpeleset jika kurang terampil.
Jalan utama ke dukuh di mana saya tinggal pun bernasib sama. Jalan tersebut rusak parah sekitar 300 meter. Aspal banyak yang terkikis air hujan. Banyak orang mengatakan hal ini disebabkan tidak ada buangan air hujan. Ketika air hujan menggenang, aspal cepat rusak.
Pada intinya, jalan desa banyak yang rusak, tetapi itu dulu, sebelum Maret 2023. Pada bulan April banyak perbaikan di mana-mana. Ini bukan karena desa akan dikunjungi presiden atau pejabat lain.