Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu rumah tangga suka cerita, Petani, Pengusaha (semua lagi diusahakan)

People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Jika Pengobatan Alternatif Tidak Rasional, Apakah Mau Lanjut?

17 April 2023   14:01 Diperbarui: 17 April 2023   19:33 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pengobatan alternatif tidak rasional, apakah mau lanjut?  Foto by pixabay 

Viral pengobatan alternatif Ibu Ida Dayak di media sosial mengingatkan saya pada peristiwa beberapa tahun lalu.

Kisah Pertama

Saya jatuh di depan pintu menuju dapur, lutut terbentur lantai. Akibatnya kaki tak bisa ditekuk. Suami membawa saya tukang urut.

Lutut terasa panas saat dipijat. Sambil memijat tukang pijat mengatakan jika di tubuh saya ada yang mengikuti seorang anak kecil.

"Ini anak akan menghancurkan rumah tangga sampeyan. Harus dibersihkan rumahnya," kata tukang urut.

"Saya suka bersih-bersih, Pak. Setiap pagi nyapu, ngepel. Saya terpeleset di tanjakan dapur, mungkin licin," jawab saya.

Suami colek tangan sambil bilang, "Bukan itu, Mah."

Sang dukun menjelaskan panjang lebar, mulai dari teknik pembersihan rumah, perlengkapan, biaya. Suami menutup dengan berkata, "Enggih kulo musyawarah riyen kalih nyonya, mengke kulo kabari."

Setelah sang tenaga pijat menjelaskan, saya baru ngeh kalau jatuhnya saya dikaitkan dengan hal mistis. Sepanjang perjalanan pulang saya bersungut-sungut, tak setuju dengan perkataannya. 

"Yang penting kita wes pulang, gak usah pijet lagi, gak usah digugu omongannya. Kalau lututnya masih sakit ke dokter wae, beres kan?" jelas suami.

Akhirnya saya berobat ke dokter rehab medis. Alhamdulillah atas izin Allah, lutut saya sembuh dengan dua kali terapi.

Kisah kedua

Peristiwa kedua dialami salah satu kerabat. Dia mengeluhkan sakit lutut. Menurut keterangannya  lutut terbentur motor dan sudah berobat ke rumah sakit. 

Untuk memudahkan pengobatan, kerabat menginap di rumah. Rencana akan melanjutkan ke rumah sakit lain. 

Suatu hari putranya dari luar kota datang dan meminta izin untuk melakukan ritual sebagai pengobatan alternatif. Kami tidak keberatan dan mempersilakan dia melakukan kepercayaannya.

Semua orang tidak tahu bagaimana pengobatan itu dilaksanakan. Saya hanya tahu, ketika masuk kamar untuk  menyimpan makanan, ruang kamar bau asap kemeyan, bunga dan entah apa lagi. 

Pengobatan alternatif tidak ada perubahan, akhirnya sepakat dibawa ke rumah sakit. Hasilnya ternyata dia terkena tumor ganas dan harus diamputasi. Jadwal amputasi pun ditentukan dua pekan lagi.  Selama masa tunggu, kerabat minta pulang ke rumahnya. Qadarullah, sebelum operasi kerabat meninggal.

***
Ini hanya dua kisah pengobatan alternatif. Masih banyak lagi kisah yang dialami tetangga. Namun, itu hanya sebatas pendengaran saja.

Walaupun banyak yang tidak berhasil, tetapi testimonial tetap bagus. Itu hanya sebagai bentuk ikhtiar. Itu sebabnya pengobatan alternatif  tetap diminati masyarakat. Hal demikian sudah terjadi sejak zaman dulu dan tidak ada larangan dari pemerintah.

Pemerintah melestarikan pengobatan alternatif ini karena sebuah tradisi, budaya yang mengandung unsur religi, kemasyarakatan, ilmu, bahasa, seni, mata pencaharian juga teknologi.

Jadi pengobatan tradisional setiap daerah akan berbeda karena seni, bahasa, alat peraganya berbeda. Ini kekayaan, keanekaragaman yang kita miliki. Namun, pemerintah terus berupaya agar warga aman. Untuk itu berdasarkan cerita teman yang berprofesi sebagai pakar pengobatan alternatif dengan lintah. Pemerintah mewajibkan tenaga alternatif harus memiliki latar belakang atau mengerti dunia medis. 

Teman saya sekarang sambil menjalankan profesinya juga kuliah di keperawatan. Padahal usianya sudah tidak muda lagi dan menjalankan pengobatan alternatif sudah puluhan tahun.

Sekarang bahkan ada rumah sakit yang menyediakan pengobatan alternatif. Seperti di Tawangmangu ada klinik tradisional dengan obat berupa jamu dengan pengawasan Kementerian Kesehatan.  

Apakah kita akan memilih pengibatan alternatif?

Pengobatan tradisional atau medis hanya perantara, kesembuhan milik Allah Swt. 

Jika kita tertarik datang ke tempat pengobatan alternatif, kenali penyakit yang kita derita. Apakah memerlukan pengobatan tersebut? 

Penting juga mengenal metode pengobatannya. Pengobatan alternatif harus rasional dan tidak membahayakan jiwa pasien.

Misalnya penyakit akan sembuh dengan meminum air yang telah dicelup batu, tembaga. Ini akan membahayakan. Kita tidak tahu batu, tembaga atau alat lain itu bersih, higienis. 

Atau seperti yang saya datangi. Kaki akan sembuh setelah tukang pijet membersihkan rumah saya. Itu tidak masuk akal. Bisa jadi itu akal-akalan dia dalam mencari uang.

Jika pengobatannya itu tidak rasional, sebaiknya hindari. Hal demikian akan memicu fitnah, pertengkaran dengan kerabat, saudara. Alih-alih sembuh dari penyakit, malah tambah pikiran dan tambah sakit.

Wasana Kata 

Selagi sehat, mari sama-sama menjaga kesehatan dengan baik. Jika sakit pertolongan pertama datang ke puskesmas terdekat. Jika masih ada yang diderita minta rujukan untuk berobat ke rumah sakit. 

Di rumah sakit banyak dokter umum juga spesialis yang siap membantu. Jangan berburu ingin jadi pasien umum, ketika memiliki BPJS gunakan saja, karena antrian, cara pengobatan sama. Seperti yang dikatakan dokter spesialis gusi yang merawat anak saya.

"Kenapa Ibu memakai pasien umum kalau punya BPJS mandiri? Sekarang umum, BPJS sama. Dokter yang menangani, obat, antrian tidak dibedakan. Untuk tindakan putranya nanti pakai BPJS ya, tapi monggo kerso," ujar dokter waktu itu.

Jadi sekarang teman-teman memilih pengobatan tradisional atau medis? 

Jika menempuh pengobatan tradisional bukan berarti mengganti pengobatan dokter. Semoga sehat semuanya.

Terima kasih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun