Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ketika Anak Berburu Pakaian Bekas Impor, Berikut Bahayanya

21 Maret 2023   13:40 Diperbarui: 21 Maret 2023   21:17 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berburu pakaian bekas akhir-akhir ini digemari anak bungsu saya. Pada awalnya saya tidak tahu jika yang ia beli adalah barang loak. 

Pads suatu waktu, si bungsu masih ada kegiatan di sekolah dan saya diminta tolong mengambil celana levis di toko pakaian, sebut saja toko Maks. Berbekal alamat, saya dan suami mencari toko tersebut.

Toko Maks berada di antara deretan gerai baju depan pasar tradisional. Ada yang aneh karena pakaian di sana ada yang kusut. Setelah ngobrol dengan penjaga toko ternyata barang yang dijual bekas ada produk impor dan lokal.

Celana levis dengan harga Rp400 ribu saya bawa pulang. Sementara jaket masih ada di bazaar dan akan diantar ke rumah esok hari.

Tren Berburu Pakaian Bekas atau Thrifting

Kegiatan jual beli barang bekas atau loak sudah ada sejak dahulu. 

Pasar loak di Madiun terletak di sebuah gang belakang Pasar Besar, yakni gang Puntuk. Di sana masyarakat bisa menemukan berbagai jenis barang, mulai dari pakaian hingga buku pelajaran. 

Pasar loak lainnya ada di dekat pasar Njoyo atau sering dikenal pasar besi. Pasar besi ini umumnya menjual perlengkapan kendaraan bermotor, rumah dan lain sebagainya.

Dua pasar besar loak ini menjadi favorit masyarakat karena harganya yang murah dan barang yang diinginkan tersedia.

Seiring perkembangannya. Pasar loak bukan saja dikunjungi masyarakat  kalangan menengah ke bawah. Semua kalangan pun mulai gemar belanja barang bekas, terutama pakaian impor.

Istilah keren dari gemar berburu barang bekas adalah thrifting.

Thrifting pada umumnya digemari oleh remaja, mahasiswa dengan berbagai alasan. Alasan anak saya gemar thrifting karena harga yang hemat, kualitas bahan yang bagus dan bermerk.

Menurut beberapa sumber, pakaian bekas impor memiliki keunikan dan gaya tersendiri. Alasan para remaja ini menjadi peluang besar bagi pengusaha untuk membuka toko khusus pakaian bekas impor. Mereka rajin promo melalui media sosial, bazaar di mall. 

Menjamurnya budaya membeli pakaian bekas impor dan praktik importer pakaian bekas illegal membuat Presiden Jokowi geram. Fenomena ini dianggap mengganggu laju perniagaan tekstil di Indonesia.

Pasar loak Puntuk Madiun. Foto by AdaKitaNews.com/2017
Pasar loak Puntuk Madiun. Foto by AdaKitaNews.com/2017

Dampak Thrifting bagi Anak 

Pakaian adalah kebutuhan anak yang wajib dipenuhi. Akan tetapi dengan mengikuti tren tidak bagus juga bagi anak. Saya memperhatikan perilaku anak jadi sibuk mengikuti media sosial toko pakaian bekas impor.

Setiap ada model baru, dia menginginkannya. Terkadang jika ukuran tidak sesuai pun memaksa untuk membeli. 

Jika setiap melihat model baru ingin memilikinya, lama-lama anak saya   menjadi candu. 

Seperti kita ketahui pakaian adalah sumber limbah paling banyak. Pakaian itu akan menumpuk di lemari. Dibuang sayang, dipakai enggan, diberikan tidak layak.

Selain itu, dampak lain membeli pakaian bekas adalah faktor kebersihan. Kita tidak tahu pakaian bekas tersebut apakah stok lama dari pabrik atau bekas pakai seseorang yang sakit atau sehat.

Jika pakaian bekas seseorang, ada kemunginan virus menempel di pakaian tersebut. Hal ini bisa membahayakan kesehatan anak.

Menurut dr. Syaifudin Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Pamekasan, sebagaimana yang saya kutip dari Karimata.com, pakaian bekas belum terjamin bebas dari kuman. Virus bisa saja menempel pada pakaian.

Sedikit susah menghentikan anak agar tidak berburu pakaian bekas impor. Namun, saya terus berusaha agar anak tidak candu.

Dengan adanya larangan Thrifting oleh pemerintah, sedikit memberi pengetahuan pada anak untuk mencintai produk lokal.

Namun, larangan itu juga berdampak pada toko pakaian bekas. Usaha mereka menjadi sepi. Kata anak saya, toko Marks yang dulu namanya Mark Second  (nama toko bukan sebenarnya) berganti nama jadi Mark Madiun. Logo dan deskripsi barang yang dijual pun ganti. 

Saya berharap, jelang lebaran, produk lokal semakin bagus, kekinian dan harga terjangkau sehingga masyarakat tidak beralih ke produk luar apalagi bekas.

Untuk pelaku usaha pakaian bekas impor, semoga mendapat solusi tepat agar usahanya kembali hidup.

Semoga bermanfaat.

Salam dan terima kasih

_Sri Rohmatiah Djalil_

Bahan bacaan 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun